Anak Muda Lampung Menanti Aksi Nyata Mirza-Jihan dalam Pengelolaan Sampah

Anak Muda Lampung Menanti Aksi Nyata Mirza-Jihan dalam Pengelolaan Sampah - Boemi Kita Ridho Iqbal Firdaus
Ketua Yayasan BoemiKita, Ridho Iqbal Firdaus, mengingatkan pentingnya kolaborasi heptagelix dalam menangani permasalahan sampah di Lampung. (Foto: Yopie Pangkey)

Permasalahan sampah di Provinsi Lampung, khususnya di Kota Bandarlampung, masih menjadi tantangan besar yang harus segera ditangani. Sampah bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga cerminan budaya masyarakat dalam mengelola limbah. Minimnya kesadaran memilah sampah dan kebiasaan membuang sampah sembarangan menjadi faktor utama yang memperparah kondisi ini.

Ketua Yayasan BoemiKita, Ridho Iqbal Firdaus, menegaskan bahwa penanganan sampah harus melibatkan semua pihak. Harus ada peran akademisi, swasta, komunitas, pemerintah, media, NGO/LSM, dan anak muda (Gen Y dan Gen Z).

Read More

“Sampah adalah tanggung jawab bersama. Tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Harus ada sinergi antara masyarakat, dunia usaha, dan komunitas lingkungan untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang lebih baik,” ujar Ridho.

Bandarlampung Darurat Sampah

Sampah yang menumpuk di berbagai sudut kota tak hanya menciptakan pemandangan tidak sedap, tetapi juga menjadi ancaman serius bagi lingkungan. Setiap musim hujan, drainase yang tersumbat sampah menyebabkan banjir di sejumlah wilayah. Tidak hanya itu, pencemaran laut akibat sampah plastik juga merusak ekosistem pesisir seperti di Pahawang dan Teluk Lampung.

Kondisi ini diperparah dengan krisis di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung, yang kini mengalami kelebihan kapasitas. Pemerintah bahkan telah menerima teguran dari Kementerian Lingkungan Hidup(KLH) terkait pengelolaan TPA yang buruk.

Menurut Ridho, solusi utama dari permasalahan ini adalah dengan membangun lebih banyak Tempat Pembuangan Sementara (TPS) dan mengoptimalkan sistem pencacahan sampah.

“Jika kita bisa mengembangkan sistem pencacahan di beberapa kecamatan, maka skala ekonominya bisa meningkat. Setiap tahap bisa menambah nilai ekonomi hingga 20 persen,” jelasnya.

“Kalau kita bisa mengembangkan bank sampah, akan memudahkan jual beli sampah. Bahkan bisa inline dengan program kementerian dan bisa menarik biaya pengolahan ke penghasil sampah. Bank sampah ini salah satu solusi bagus,” ujarnya

Namun, tantangan terbesar adalah keberlanjutan operasionalnya. Ridho menuturkan, ada beberapa daerah di Lampung yang mendapat bantuan bank sampah. Tapi setelah beberapa waktu berjalan, mesinnya rusak dan akhirnya berhenti beroperasi.

“Jika pemerintah dan swasta bisa mendukung pengelolaan yang berkelanjutan, hasilnya akan lebih maksimal,” tambahnya.

Generasi Y dan Z: Ujung Tombak Perubahan

Di tengah kondisi darurat ini, harapan justru datang dari anak-anak muda yang semakin sadar akan pentingnya pengelolaan sampah berbasis komunitas.

Meski menghadapi berbagai tantangan, anak-anak muda dari Generasi Y dan Z di Lampung telah menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap isu lingkungan. Mereka aktif dalam berbagai gerakan pengelolaan sampah berbasis komunitas dan socio entrepreneurship.

“Kami anak muda sangat peduli. Banyak anak muda yang berpikir strategis untuk mencari solusi pengelolaan sampah. Di pihak pemerintah, bisa menggandeng CSR untuk memberikan penghargaan kepada anak muda yang aktif di bidang ini,” kata Ridho.

“Di beberapa daerah seperti Bali dan Surabaya, produk daur ulang telah dimanfaatkan menjadi bahan bangunan dan pakaian. Lampung seharusnya bisa meniru langkah tersebut dengan mengembangkan inovasi berbasis sampah,” ia mengisahkan.

PR Besar untuk Mirza-Jihan

Dengan kemenangan telak pasangan Rahmat Mirzani Djausal dan Jihan Nurlela sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung, harapan besar tertuju kepada mereka untuk mengatasi permasalahan sampah ini secara konkret.

“Pasangan Mirza-Jihan memiliki tugas berat untuk menciptakan kebijakan yang efektif dan melibatkan generasi muda dalam mencari solusi inovatif,” kata Ridho.

“Mirza-Jihan menang telak, berarti ekspektasi masyarakat juga tinggi. Anak muda akan melihat apakah mereka bisa menyelesaikan masalah sampah di lapangan atau tidak,” ujar Ridho.

Ridho pun memberikan contoh langkah-langkah yang bisa diambil oleh pemerintahan Mirza-Jihan.

Salah satu langkah yang bisa diambil pemerintahan Mirza-Jihan adalah memperkuat sinergi antara Pemprov dan Pemkot dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang terpadu.

Dengan adanya tempat penampungan sementara di tiap kecamatan, tekanan pada TPA bisa dikurangi, sekaligus membuka peluang ekonomi berbasis daur ulang.

“Ada baiknya pemerintahan Mirza-Jihan melibatkan anak muda dalam program sustainability, baik dalam bentuk pelatihan socio entrepreneurship maupun peluang kerja di sektor daur ulang,” ia mengusulkan.

“Juga sangat penting adalah, mengedukasi masyarakat untuk memilah sampah sejak dari rumah dan menerapkan sistem insentif bagi yang aktif berkontribusi dalam pengelolaan sampah,” tambahnya.

Baca juga:
* Boemikita Jalin Kolaborasi Strategis dengan Perusahaan China untuk Daur Ulang Sampah di Lampung

Masa Depan Lampung: Dari Sampah ke Peluang Ekonomi

Dengan bonus demografi yang sedang berlangsung, Lampung memiliki peluang besar untuk mengembangkan industri berbasis ekonomi hijau. Jika dapat mengembangkan pabrikasi daur ulang di Lampung, bukan hanya lingkungan yang terjaga, tetapi juga tercipta lapangan kerja baru bagi generasi muda.

“Sampah bukan sekadar masalah lingkungan, tapi juga peluang ekonomi. Jika dikelola dengan baik, Lampung bisa jadi pelopor daur ulang di Indonesia,” kata Ridho.

“Dengan komitmen dan kerja sama yang kuat, Lampung bisa keluar dari permasalahan sampah dan menuju masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan,” pungkasnya.

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *