Ekspor Edamame Indonesia di Tengah Gejolak Global – Peluang dan Strategi

Ekspor Edamame Indonesia di Tengah Gejolak Global – Peluang dan Strategi - Mahendra Utama Mitratani Dua Tujuh Jember.webp
Komisaris PT Mitratani Dua Tujuh, Mahendra Utama, saat melakukan kunjungan ke pabrik pengolahan di Jember, Jawa Timur. (Foto: dok. pribadi)

Oleh Mahendra Utama, Komisaris PT Mitratani Dua Tujuh Jember

Ketegangan Global dan Ketangguhan Ekspor

Konflik Iran-Israel yang memicu gejolak ekonomi global—mulai dari lonjakan harga minyak, gangguan rantai pasok, hingga pelemahan rupiah—menjadi ujian nyata bagi eksportir Indonesia.

Read More

Namun, sebagai komisaris perusahaan yang 80% produksinya diekspor ke Jepang, saya melihat krisis ini justru membuka peluang strategis bagi industri edamame Indonesia.

Dengan permintaan global yang terus tumbuh, edamame Jember tak hanya menjadi komoditas andalan, tetapi juga bukti ketahanan ekonomi lokal di tengah badai geopolitik.

Dampak Langsung Konflik Global terhadap Ekspor Edamame

1. Biaya Logistik dan Tekanan Kurs Rupiah

Pelemahan rupiah ke Rp 16.406/USD (19 Juni 2025)meningkatkan biaya produksi dan logistik. Padahal, 35% biaya kami berasal dari energi dan transportasi. Lonjakan harga minyak mentah menjadi USD 78.50/barel akibat risiko penutupan Selat Hormuz memperparah tantangan ini. Namun, kerja sama dengan petani lokal melalui pola kemitraan memungkinkan kami menekan biaya produksi hingga 15% .

2. Permintaan Pasar yang Tetap Kuat

Meski konflik mengguncang pasar, permintaan edamame dari Jepang dan Timur Tengah justru meningkat.

Data 2024 menunjukkan, ekspor edamame Jember ke Jepang mencapai 7.800 ton/tahun, sementara permintaan Timur Tengah tumbuh 20% pasca-pengenalan produk sebagai “Wonderful Edamame from Jember”.

Ini membuktikan bahwa produk pangan berkualitas tetap diburu di tengah krisis.

Strategi Mitratani: Dari Krisis Menjadi Peluang

1. Diversifikasi Pasar untuk Mitigasi Risiko

Kami tak lagi bergantung pada Jepang. Sejak 2023, kami membuka pasar India, Uni Emirat Arab, dan Eropa, dengan pertumbuhan ekspor ke India mencapai 4 kali lipat dalam setahun . Langkah ini mengurangi kerentanan jika satu pasar terdampak konflik.

2. Inovasi Produk dan Efisiensi Energi

Menyikapi imbauan Menperin RI agar industri beralih ke energi efisien , kami akan meminta agar Pemkab Jember menginvestasikan untuk pembangkit panel surya di sekitar industri berorientasi ekspor.

Selain memotong ketergantungan pada BBM impor, ini menjawab permintaan pasar global akan produk ramah lingkungan .

3. Kolaborasi dengan Petani dan BUMDes

Melalui program kemitraan dengan 200 BUMDes , kami melatih petani muda (millennial farmers) budidaya edamame standar ekspor.

Hasilnya? Produksi meningkat dari 6.000 ton menjadi 13.000 ton/tahun , sekaligus menciptakan lapangan kerja di pedesaan.

Proyeksi ke Depan: Edamame sebagai Pilar Ketahanan Pangan Nasional

1. Hilirisasi untuk Nilai Tambah

Kami mendorong hilirisasi produk edamame lokal, seperti jus sari edamame (jusme) , untuk mengurangi ketergantungan pada bahan pangan impor.

Ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo agar industri mendukung kedaulatan pangan .

2. Ekspansi Lahan dan Teknologi Pertanian

Dengan potensi permintaan Jepang mencapai 75.000 ton/tahun , kami akan memperluas lahan dari 1.639 hektare menjadi 1.800 hektare di Jember, Lumajang, Bondowoso dan Banyuwangi.

Teknologi Individual Quick Freezing (IQF) kapasitas 3 ton/jammenjamin kualitas produk memenuhi standar food safety BRC Grade A+ .

3. Sinergi dengan Kebijakan Pemerintah

Kami mendorong penggunaan fasilitas Local Currency Settlement (LCS)untuk transaksi ekspor guna menghindari risiko fluktuasi dolar AS.

Selain itu, program penanaman 5.000 pohon arensebagai bagian dari CSR kami, tidak hanya memulihkan ekosistem, tetapi juga menyediakan bahan baku gula alternatif—langsung terkait dengan agenda ketahanan pangan nasional.

Baca juga:
* PT Mitratani Dua Tujuh Tembus Pasar Global, Berkat Pendampingan Kemenperin

Kesimpulan: Membangun Ketangguhan di Atas Ketidakpastian

Konflik Iran-Israel mengingatkan kita bahwa ketergantungan pada energi impor dan pasar tunggal adalah kerentanan strategis. Namun, sebagai pelaku industri, kami yakin bahwa edamame bukan sekadar komoditas, melainkan simbol ketahanan.

Dengan diversifikasi pasar, inovasi berbasis lokal, dan kolaborasi erat dengan petani serta pemerintah, industri ini tak hanya bertahan, tetapi justru tumbuh rata-rata 12%/tahun .

“Di tengah badai geopolitik, pangan tetap dibutuhkan dunia. Edamame Indonesia membuktikan: dari Jember, kami tak hanya memberi rasa, tetapi juga ketangguhan.”

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *