Hutan lindung memang berada dalam kewenangan Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi Lampung. Namun, warga yang menggantungkan hidup dengan menggarap lahan di kawasan tersebut tetaplah warga Kabupaten Lampung Barat.
Karena itu, kolaborasi erat antara Pemprov dan Pemkab menjadi kunci dalam memastikan kelestarian hutan tetap terjaga, sembari menjawab kebutuhan ekonomi masyarakat.
Kesadaran akan pentingnya sinergi ini menjadi fokus dalam pertemuan antara Dinas Kehutanan Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat, Selasa (12/8/2025), yang berlangsung di ruang rapat utama Sekretariat Pemkab Lambar.
Kabid Perlindungan dan Konservasi Hutan Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Zulhaidir, pembahasan ini menjawab tantangan dan peluang pembangunan di kawasan hutan, khususnya dalam konteks program Perhutanan Sosial (PS) dan strategi Integrated Area Development (IAD) yang kini mulai digerakkan.
“Perhutanan Sosial bukan hanya milik Dinas Kehutanan, tapi milik bersama. Dengan strategi Integrated Area Development (IAD), kita ingin menggerakkan ekonomi desa tanpa mengabaikan kelestarian hutan,” ujar Zulhaidir.
Lampung Barat: Kabupaten Penggerak Perhutanan Sosial
Bupati Lampung Barat, Parosil Mabsus, mengungkapkan bahwa lebih dari 52 persen wilayah kabupatennya merupakan kawasan hutan, baik hutan konservasi (TNBBS) yang berada di kewenangan pemerintah pusat maupun hutan lindung i bawah kewenangan provinsi.
Ia menegaskan bahwa meski pemkab tidak memiliki kewenangan atas pengelolaan kawasan, masyarakat yang tinggal di dalamnya adalah tanggung jawab pemerintah kabupaten.
“Pemkab tidak pernah memberikan izin berkebun di TNBBS. Tapi untuk kawasan hutan lindung, sejak lama sudah ada Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP-HKm),” tegas Parosil.
“Saat ini sudah ada 61 gapoktan HKm, dan Lampung Barat menjadi salah satu motor penggerak program ini di Provinsi Lampung,” ia menambahkan.
Kabupaten Lambar juga telah mencanangkan diri sebagai Kabupaten Konservasi, Tanggap Bencana, dan Literasi.
Menurut Parosil, kebijakan pembangunan di daerah harus terus terintegrasi dengan pelestarian lingkungan, namun tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat.
“Jangan sampai program pembangunan sudah berjalan tiba-tiba disalahkan orang dan membuat petugas menjadi ragu, karena adanya regulasi yang tidak sesuai dan berdampak hukum,” kata Parosil.
Maka dari itu, Bupati Parosil mengharapkan Dinas Kehutanan bisa memberikan pencerahan terkait regulasi-regulasi yang memang harus dilalui dalam pemanfaatan hutan.
Agar kebijakan yang diambil oleh pemkab dalam pembangunan tidak terkendala karena lokus yang berada di dalam kawasan hutan.
Dalam kesempatan tersebut, Parosil juga menyatakan dukungannya terhadap strategi IAD dan berharap seluruh permasalahan kehutanan bisa diselesaikan melalui pendekatan yang kolaboratif.
“Kami punya komitmen yang sama dengan Bapak Gubernur Rahmat Mirzani Djausal,” kata Parosil.
“Lampung Barat ini adalah hulu sungai bagi banyak daerah di provinsi. Sudah sepatutnya kami berkomitmen menjaga kelestarian hutan,” tutup Parosil.
28 Ribu Hektare Sudah Berizin, Ribuan Hektare Masih Potensial
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, menyampaikan bahwa kawasan hutan di wilayah administratif Lampung Barat mencapai 42.074 hektare, terbagi dalam 6 register.
Sebanyak 86 desa di 15 kecamatan berbatasan langsung dengan kawasan tersebut.
Dari total itu, sekitar 36.056,32 hektare sudah ada aktivitas masyarakatnya. Masih ada 4.647,12 hektare yang merupakan zona inti yang masih cukup baik tutupan hutannya.
“Saat ini 28.490,66 hektare sudah berizin dalam bentuk Perhutanan Sosial,” Yanyan mengungkapkan.
“Kita masih memiliki pekerjaan rumah untuk melegalkan sekitar 7.565,66 hektare lagi dalam bentuk perizinan Perhutanan Sosial maupun perizinan lainnya,” ujar Yanyan.
Ia menambahkan, perhutanan sosial terbukti mampu menjadi penggerak ekonomi desa karena ada usaha yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan hutan
Dengan adanya Perhutanan Sosial, Yanyan berharap, dalam jangka panjang akan terbangun sentra produksi hasil hutan berbasis desa yang menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan.
Oleh karena itu, Dinas Kehutanan kini mendorong penguatan PS melalui pendekatan IAD, yang melibatkan berbagai sektor dalam pembangunan desa berbasis potensi lokal.
“Dinas Kehutanan tidak bisa bekerja sendiri. Komoditas yang berkembang di PS tidak semuanya dari sektor kehutanan,” Yanyan menerangkan.
“Kita butuh dukungan semua pihak terutama pemerintah kabupaten atau kota untuk berkolaborasi dalam bentuk rencana aksi,” terang Yanyan.
“Rencana aksi ini disusun dalam rangka peningkatan ekonomi skala desa, pengembangan sentra, pasar, dan pertumbuhan ekonomi daerah serta berorientasi pada kelestarian hutan,” lanjutnya.
Baca juga:
* Menjaga Asa Pasca RHL: Saat Pohon dan Kelembagaan Harus Sama-sama Tumbuh
Saat ini, Lampung Barat telah memiliki banyak Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dengan usaha tematik berbasis potensi lokal.
KUPS tersebut membutuhkan sinergi dukungan lintas sektor—baik dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, media, hingga masyarakat—yang dikenal sebagai pendekatan Pentahelix.
“Perhutanan Sosial bukan hanya untuk kehutanan, tapi juga sebagai roda penggerak ekonomi baru di daerah. Ini sejalan dengan misi Gubernur Lampung dalam mendorong ekonomi inklusif, mandiri, dan inovatif,” tutup Yanyan.