Oleh: Mahendra Utama
Lampung, bumi yang subur nan kaya raya. Di hamparan hijau kami, tebu menjulang, kopi harum semerbak, dan singkong tumbuh melimpah. Tiga komoditas andalan ini adalah tulang punggung perekonomian dan kebanggaan masyarakat Lampung.
Namun, di tengah guncangan pasar global akibat konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan Israel-Iran yang mengacaukan rantai pasok dan menekan daya beli, potensi melimpah ini berisiko hanya menjadi angka statistik tanpa nilai tambah optimal.
Saatnya pemerintah dan pengusaha Lampung bersinergi lebih erat untuk mengubah tantangan global menjadi peluang dengan mengerek nilai tambah produksi secara signifikan.
Dampak Badai Global dan Kerentanan Ekspor Mentah
Konflik geopolitik ini bukan hanya berita di layar kaca; ia menghantam langsung meja kerja kita. Biaya logistik melambung tinggi akibat gangguan jalur laut dan kenaikan harga energi. Pasar tradisional seperti Eropa mengalami tekanan inflasi, mengurangi permintaan.
Sementara itu, volatilitas harga komoditas mentah membuat perencanaan usaha menjadi sulit. Ekspor tebu, kopi, dan singkong dalam bentuk mentah atau setengah jadi semakin rentan. Harga fluktuatif, margin tipis, dan ketergantungan pada pembeli asing membuat posisi tawar kita lemah.
Jika hanya mengandalkan ekspor bahan baku, kita akan terus menjadi penonton yang dirugikan oleh gejolak yang terjadi ribuan mil jauhnya.
Potensi Besar yang Menanti Sentuhan Nilai Tambah
- Tebu: Lampung bukan hanya penghasil gula. Potensi besar terletak pada hilirisasi: pabrik etanol berbasis tebu untuk energi terbarukan (menjawab krisis energi global), gula spesialti (gula organik, gula kelapa campuran), hingga bioplastik dari limbah bagasse. Krisis energi global justru membuka pasar etanol.
- Kopi Robusta Lampung: Kopi robusta kita dikenal kuat, namun sering diekspor sebagai biji mentah dengan harga relatif rendah. Peningkatan mutu melalui pengolahan pascapanen (fermentasi, pengeringan terkontrol) dan pengembangan produk olahan seperti kopi bubuk premium, kopi siap seduh (RTD), ekstrak kopi, bahkan kosmetik berbasis kopi, dapat membidik pasar niche global yang lebih stabil dan bernilai tinggi.
- Singkong (Cassava): Selain tepung tapioka, singkong Lampung bisa menjadi bahan baku Modified Cassava Flour (MOCAF) pengganti terigu (strategis di tengah gangguan pasokan gandum), bioetanol generasi kedua, sirup glukosa, hingga makanan olahan modern seperti frozen food berbasis singkong (nugget, bakso) atau snack sehat (keripik singkong fortifikasi). Ketahanan pangan global yang terancam konflik meningkatkan permintaan alternatif sumber karbohidrat dan bahan baku industri.
Sinergi Pentahelix: Pemerintah Daerah sebagai Katalisator
Di tengah kompleksitas tantangan ini, kepemimpinan dan kebijakan Pemerintah Provinsi Lampung di bawah Gubernur Rahmat Mirzani Djausal (RMD) memegang peran krusial sebagai katalisator dan fasilitator. Kami, pelaku usaha, merasakan dan mengapresiasi langkah-langkah konkret yang telah dan sedang dijalankan:
1. Memperkuat Infrastruktur Pendukung: Komitmen Pak Gubernur untuk memperbaiki infrastruktur jalan poros produksi dan logistik, terutama di sentra tebu, kopi, dan singkong, sangat vital. Akses yang lancar menekan biaya distribusi bahan baku dan produk olahan. Dukungan untuk pengembangan kawasan industri khusus hilirisasi, seperti revitalisasi pabrik gula dan kawasan industri berbasis singkong, merupakan langkah strategis yang ditunggu.
2. Fasilitasi Teknologi dan Peningkatan Kapasitas SDM: Pelatihan intensif tentang Good Agricultural Practices (GAP), Good Manufacturing Practices (GMP), dan pengolahan pascapanen berbasis teknologi sederhana bagi petani dan UKM perlu digencarkan. Bantuan akses ke teknologi pengeringan kopi terkontrol, mesin pengolahan singkong, atau fasilitas pengujian mutu (laboratorium) sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas bahan baku. Program magang dan alih teknologi untuk industri pengolahan perlu difasilitasi.
3. Memperluas Akses Permodalan dan Pasar: Sinergi dengan perbankan dan lembaga keuangan untuk menyediakan kredit usaha dengan bunga terjangkau dan skema kemudahan bagi pelaku usaha yang fokus pada hilirisasi sangat penting. Pemerintah Provinsi melalui Dinas Perdagangan dan Dinas Perindustrian dapat lebih proaktif menjadi matchmaker, memfasilitasi business meeting, membawa buyer potensial (baik domestik maupun internasional) langsung ke sentra produksi dan industri pengolahan, serta mempromosikan produk olahan Lampung di pameran dagang bergengsi secara konsisten. Diplomasi ekonomi Pak Gubernur untuk membuka pintu pasar baru sangat dinantikan.
4. Kebijakan Insentif yang Fokus Hilirisasi: Pemberian insentif fiskal dan non-fiskal (seperti kemudahan perizinan berusaha, pengurangan retribusi, dukungan energi) khusus bagi industri yang melakukan investasi di bidang hilirisasi tebu, kopi, dan singkong akan menjadi magnet bagi investasi baru dan perluasan usaha.
5. Membangun Branding “Lampung Origin”: Pemerintah dapat memimpin upaya kolektif membangun citra dan sertifikasi Indikasi Geografis (IG) yang kuat untuk “Kopi Robusta Lampung”, “Gula Lampung”, atau “MOCAF Lampung”. Branding ini meningkatkan nilai jual dan pengakuan pasar global. Promosi terintegrasi berbasis digital juga krusial.
Tanggung Jawab dan Inovasi Pengusaha Lampung
Para pengusaha agroindustri Lampung, tidak bisa hanya menunggu uluran tangan. Tanggung jawab besar ada di pundak kalian untuk:
1. Berinvestasi dalam Teknologi dan Inovasi: Berani mengalihkan modal dari sewa lahan atau perdagangan bahan mentah ke investasi mesin pengolahan, teknologi pascapanen, dan pengembangan produk baru yang berdaya saing tinggi. Inovasi dalam kemasan, rasa, dan diversifikasi produk kunci untuk menembus pasar premium.
2. Menerapkan Standar Mutu dan Keberlanjutan: Komitmen pada standar mutu internasional (ISO, SNI, organik, fair trade) dan praktik bisnis berkelanjutan (ramah lingkungan, pemberdayaan petani) bukan lagi pilihan, tapi keharusan untuk bisa bersaing di pasar global yang semakin selektif, terutama di tengah krisis.
3. Membangun Kemitraan yang Adil dengan Petani: Hubungan kemitraan harus bergeser dari transaksional semata menjadi kemitraan yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. Skema bagi hasil, pendampingan teknis, jaminan pembelian dengan harga wajar, dan penyerapan hasil panen sesuai standar hilirisasi akan menciptakan rantai pasok yang kokoh dan berkualitas.
4. Kolaborasi Sesama Pelaku Usaha: Sinergi antar pengusaha Lampung, membentuk konsorsium atau holding company, untuk memperkuat posisi tawar di pasar ekspor, berbagi riset, dan membangun infrastruktur bersama (seperti cold storage, pengolahan bersama) sangat diperlukan untuk mencapai skala ekonomi.
5. Memanfaatkan Peluang Pasar Domestik: Di tengah ketidakpastian global, pasar domestik yang besar adalah bantalan. Mengembangkan produk olahan yang sesuai selera dan kebutuhan pasar dalam negeri sambil tetap membidik ekspor adalah strategi jitu.
Kesimpulan: Momentum Lampung untuk Bangkit
Konflik global adalah ujian berat, namun juga bisa menjadi momentum bagi Lampung untuk bangkit.
Ketergantungan pada ekspor bahan mentah hanya akan membuat kita semakin terombang-ambing.
Jalan keluarnya adalah hilirisasi agresif dan kolaborasi kuat. Para pelaku usaha harus siap berinvestasi dan berinovasi. Pengusaha membutuhkan kepastian kebijakan, fasilitasi, dan kepemimpinan visioner dari Pemerintah Provinsi.
Kepada Pak Gubernur Rahmat Mirzani Djausal, kami ucapkan terima kasih atas dukungan dan langkah-langkah nyata yang telah diambil untuk membangun ekosistem agroindustri Lampung.
Kami yakin, dengan sinergi yang semakin erat, fokus pada peningkatan nilai tambah melalui hilirisasi, dan pemanfaatan teknologi, komoditas unggulan Lampung – tebu, kopi, dan singkong – tidak hanya akan bertahan di tengah badai global, tetapi akan menjelma menjadi emas hijau yang membawa kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Lampung.
Saatnya Lampung tidak hanya memberi bahan mentah, tapi mengekspor produk bernilai tinggi, menciptakan lapangan kerja, dan menjadi pemain utama di panggung agroindustri global. Mari kita wujudkan bersama!
Mahendra Utama adalah pelaku Agroindustri.