Solusi Sampah Lampung: PLTSa Siap Dibangun, MoU Dikebut Sebelum Juli

Solusi Sampah Lampung PLTSa Siap Dibangun, MoU Dikebut Sebelum Juli - Pemprov Gubernur Lampung
Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, bersama calon investor pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, GIS Group, di Kantor Gubernur, Rabu (21/5/2025). (Foto: Biro Adpim Pemprov Lampung)

Setiap hari, sekitar 800 ton sampah menumpuk di Kota Bandar Lampung. Gunungan limbah ini tak hanya mengotori Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tetapi juga berserakan di berbagai sudut kota.

Tumpukan sampah kerap terlihat di pinggir jalan perumahan, di sekitar kampus, pasar tradisional, bahkan di kawasan padat penduduk.

Read More

Kondisi ini bukan hanya merusak pemandangan, tapi juga menimbulkan ancaman serius terhadap kesehatan dan lingkungan.

Sementara itu, di wilayah Lampung Selatan, volume sampah harian mencapai 150 hingga 200 ton.

Kedua daerah ini menjadi sorotan dalam upaya Pemerintah Provinsi Lampung mencari solusi sistemik atas krisis sampah yang terus memburuk.

Di tengah persoalan tersebut, Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengusulkan langkah strategis: percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) berbasis teknologi modern.

Gagasan itu disampaikan Gubernur Mirza dalam rapat Pengelolaan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang digelar di Ruang Rapat Sakai Sambayan, Komplek Kantor Gubernur, Rabu (21/5/2025).

Gubernr Mirza menyebut pemerintah provinsi telah menyiapkan lokasi pembangunan PLTSa dan membuka peluang investasi bagi pihak swasta.

“Kami melihat potensi luar biasa dari pengelolaan sampah menjadi energi. Alih-alih terus memperluas TPA, kami memilih pendekatan modern yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ujar Gubernur Mirza.

“Kita melihat potensi besar dari pengelolaan sampah menjadi energi. Awalnya kita menyiapkan Tempat Pembuangan Akhir,” ujarnya.

“Namun melihat tren pengelolaan modern, kami arahkan untuk bisa menjadi PLTSa,” ujarnya memberikan solusi.

Dari total volume sampah di Bandar Lampung dan Lampung Selatan, sekitar 55% merupakan sampah organik, jenis limbah yang sangat memungkinkan untuk diolah menjadi energi melalui sistem waste-to-energy.

Pemerintah juga telah melakukan konsultasi teknis dengan para ahli, yang menyatakan bahwa pembangunan PLTSa di Lampung sangat mungkin direalisasikan secara teknologi dan finansial.

Untuk mendorong percepatan, Gubernur menargetkan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan calon investor sebelum Juli 2025.

Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah sedang menyiapkan skema tipping fee sebagai insentif untuk menarik minat investor dan mempercepat pembangunan fasilitas.

Salah satu investor yang menyatakan minat kuat adalah GIS Group.

Victor, perwakilan dari perusahaan tersebut, menjelaskan bahwa masa konstruksi proyek diperkirakan berlangsung dua tahun dengan masa operasional hingga 25 tahun.

Menrut Victor, potensi besar di Lampung bukan hanya dari sisi volume sampah, tapi juga dari kesiapan pemerintah daerah untuk berkolaborasi.

Ia menambahkan, listrik yang dihasilkan dari PLTSa akan masuk ke jaringan nasional melalui skema Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN.

Dengan begitu, proyek ini tidak hanya menyelesaikan persoalan lingkungan, tetapi juga ikut menyuplai energi untuk kebutuhan masyarakat.

Victor menyoroti bahwa tantangan utama proyek semacam ini biasanya terletak pada beban biaya tipping fee.

Namun, jika PLTSa Lampung dapat masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), maka beban tersebut dapat ditekan melalui subsidi pemerintah pusat.

“Kalau ada tipping fee, tentu akan cukup berat bagi daerah. Tapi jika sudah masuk PSN, nanti akan ada subsidi dari pusat untuk PPA-nya di PLN. Jadi tidak ada lagi tipping fee yang harus dibayar,” jelasnya.

Dari sisi teknis, pemilihan teknologi akan disesuaikan dengan karakteristik sampah di Provinsi Lampung, agar proses konversi energi berjalan maksimal.

Baca juga:
* Boemikita Jalin Kolaborasi Strategis dengan Perusahaan China untuk Daur Ulang Sampah di Lampung

Sebagai referensi, teknologi serupa telah berhasil diterapkan di Surabaya dan Bekasi, yang masing-masing mampu mengolah hingga 1.000 ton sampah per hari dan menghasilkan listrik sebesar 10 Megawatt.

Jika proyek di Lampung terealisasi, PLTSa ini akan menjadi fasilitas pertama di Sumatera bagian selatan yang mengusung konsep waste-to-energy secara terintegrasi.

“Kami usahakan investasi ini benar-benar memberi manfaat besar bagi Bandar Lampung dan sekitarnya,” pungkas Victor.

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *