Oleh: Mahendra Utama, Pemerhati Pembangunan
Provinsi Lampung kini mencuri perhatian sebagai salah satu daerah pengekspor kelapa utama di Indonesia.
Bayangkan saja, hanya dalam dua bulan pertama tahun 2025, sudah ada 10.000 ton kelapa yang dikirim lewat Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, ke 11 negara mulai dari Tiongkok, Jerman, Kanada, sampai Vietnam.
Angka ini sungguh fantastis kalau kita bandingkan dengan total ekspor sepanjang tahun 2024 lalu yang cuma 2.500 ton. Jelas ada lonjakan permintaan yang luar biasa.
Tapi cerita Lampung bukan cuma soal ekspor kelapa mentah. Yang menarik justru bagaimana daerah ini terus mengembangkan industri pengolahan atau yang sekarang ramai disebut hilirisasi.
Contohnya, PT Sari Segar Husada yang sudah sejak 1991 memproduksi desiccated coconut (kelapa parut kering) untuk pasar luar negeri. Ini bukan pemain baru, tapi sudah puluhan tahun berkiprah.
Ada lagi PT Coconut Multi Industries di Lampung Selatan yang fokus mengolah kelapa jadi kopra putih dengan kapasitas produksi sampai 600 ton per bulan hasilnya kemudian dikirim ke pabrik-pabrik minyak goreng.
Tentu saja, Lampung bukan tanpa pesaing.
Faktanya, banyak ekspor kelapa bulat Indonesia yang tetap melewati Pelabuhan Tanjung Priok, yang jadi semacam hub besar untuk produk kelapa dari berbagai daerah seperti Sumatera Selatan.
Ini mengingatkan kita bahwa peta persaingan kelapa nasional cukup dinamis.
Yang patut diapresiasi, Lampung tak hanya puas jadi pemasok bahan mentah.
Dengan mengombinasikan volume ekspor yang besar dan penguatan industri pengolahan, provinsi ini sesungguhnya sedang mengekspor nilai tambah bukan sekadar komoditas.
Strategi semacam ini penting agar posisi Lampung makin solid di rantai pasok global, sekaligus mendorong pemerataan ekonomi di tingkat lokal yang berbasis pada potensi kelapa.
#Kelapa #Hilirisasi #Ekspor #Lampung #Agribisnis



