Provinsi Lampung menyabet tiga penghargaan nasional sekaligus dalam ajang Festival Perhutanan Sosial (Pesona) 2025 yang digelar Kementerian Kehutanan (Kemenhut) di Auditorium Manggala Wanabakti, Jakarta.
Penghargaan ini memperkuat posisi Lampung sebagai pelopor perhutanan sosial di Indonesia.
Tiga penghargaan itu diraih oleh Tri Endah Anggraeni sebagai Pendamping Terbaik, Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Mawar Bodas dari Lampung Selatan sebagai KUPS Terbaik, serta Pemerintah Kabupaten Pesawaran sebagai Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Terbaik.
Selain Lampung, sejumlah daerah lain juga menerima apresiasi serupa, di antaranya Papua Barat Daya, Maluku Utara, Jawa Timur, Aceh, Berau, dan Enrekang.
Capaian ini mencerminkan semakin meluasnya gerakan perhutanan sosial sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Komitmen Berkelanjutan
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, mengungkapkan bahwa penghargaan ini menjadi penegas komitmen semua pihak di Lampung dalam mendorong keberhasilan program Perhutanan Sosial.
“Ini menjadi berkah untuk Lampung, karena di bulan Agustus ini dua kali kami menghadiri penganugerahan penghargaan di Kementerian Kehutanan,” ujar Yanyan di Jakarta melalui pesan WhatsApp, Kamis (21/8/2025).
“Setelah mendapatkan enam penghargaan Wana Lestari, hari ini kami kembali menerima penghargaan terbaik nasional untuk pendamping, KUPS, dan pemda kabupaten yang concern terhadap Perhutanan Sosial,” ungkapnya.
Ia menambahkan, program ini memberi dampak nyata bagi masyarakat dan lingkungan.
“Sejak 2022 hingga 2024, tercatat nilai transaksi ekonomi kelompok tani hutan di Lampung lebih dari Rp200 miliar per tahun, walaupun belum seluruh transaksi tercatat,” kata dia.
Menurut Yanyan, angka itu menunjukkan bahwa hutan tidak hanya memberikan jasa ekologi, tetapi juga manfaat ekonomi yang langsung dirasakan masyarakat.
“Itu sebabnya program Perhutanan Sosial ini sangat sejalan dengan visi dan misi Gubernur/Wakil Gubernur Lampung, khususnya pada misi mendorong ekonomi yang inklusif, mandiri, dan inovatif; serta meningkatkan kehidupan masyarakat beradab, berkeadilan, dan berkelanjutan,” Yanyan menuturkan.
“Saya kira ini juga sejalan dengan visi misi para kepala daerah kabupaten/kota,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi pentahelix—pemerintah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media—dalam memperkuat implementasi program ini secara menyeluruh.
Lebih dari Sekadar Jargon
Festival Pesona 2025 sendiri mengusung tema “Merawat Hutan, Mewariskan Harapan”. Selama tiga hari, kegiatan ini diisi dengan pameran produk unggulan, temu usaha, talkshow, hingga promosi hasil-hasil perhutanan sosial.
Bagi Lampung, raihan tiga penghargaan nasional ini bukan sekadar kebanggaan simbolik.
Lebih dari itu, penghargaan ini menjadi penanda bahwa perhutanan sosial bukan jargon belaka, melainkan jalan konkret menuju kesejahteraan rakyat, penguatan ekonomi desa, serta pelestarian hutan untuk generasi mendatang.
Sejalan dengan Arah Pembangunan Nasional
Prestasi Lampung dalam Festival Pesona 2025 juga mencerminkan keberhasilan daerah dalam menerjemahkan kebijakan nasional.
Baca juga:
* Kawal Perhutanan Sosial dari Hulu ke Hilir, Pesawaran Raih Penghargaan Nasional 2025
Dalam sambutannya pada puncak acara (21/8), Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar Shiddiq menegaskan bahwa Perhutanan Sosial merupakan bagian dari implementasi Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Swasembada Pangan, Energi, dan Air Nasional.
“Perhutanan sosial adalah jalan kemandirian bangsa. Ketahanan pangan dan energi kini didorong melalui perhutanan berbasis masyarakat, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025,” ujar Wamenhut Sulaiman.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa arahan Presiden Prabowo Subianto mendorong program ini tidak hanya sebagai legalisasi akses kelola hutan, tetapi sebagai kebijakan strategis untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan di desa-desa sekitar hutan.