Oleh: Mahendra Utama
Provinsi Lampung mencatat pertumbuhan ekonomi yang cukup meyakinkan dalam beberapa triwulan terakhir. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, ekonomi Lampung tumbuh sebesar 5,47 persen (year-on-year) pada triwulan I 2025.
Sumber pertumbuhan berasal dari konsumsi rumah tangga, investasi sektor primer, dan ekspor komoditas unggulan seperti kopi robusta, kelapa sawit, dan udang.
Namun, di balik angka-angka makro itu, tersimpan persoalan yang perlu mendapat perhatian serius: kenaikan tingkat pengangguran terbuka serta meningkatnya potensi gangguan sosial yang menyertainya.
Kontras Pertumbuhan dan Kenyataan Sosial
Menurut BPS, tingkat pengangguran terbuka di Lampung pada awal 2025 menembus angka 5 persen, naik dari sekitar 4,5 persen pada tahun sebelumnya.
Kenaikan ini dipengaruhi oleh perlambatan penciptaan lapangan kerja di sektor formal serta ketimpangan antara keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan pasar industri lokal.
Ironisnya, kondisi ini terjadi bersamaan dengan inflasi yang sangat rendah, yakni hanya 1,94 persen (yoy) pada akhir 2024. Meski secara teknis menunjukkan stabilitas harga, rendahnya inflasi juga merefleksikan lemahnya daya beli masyarakat.
Konsumsi publik melambat, terutama di sektor non-pokok, dan ini berimbas pada lambannya pemulihan ekonomi sektor informal.
Kaitan dengan Kriminalitas
Kenaikan angka pengangguran di kalangan usia produktif juga berkorelasi dengan peningkatan kriminalitas di Lampung.
Berdasarkan laporan Polda Lampung, jumlah kasus tindak pidana naik 11 persen pada semester pertama 2025. Dominasi kasus berada pada kejahatan ekonomi seperti pencurian sepeda motor, pencurian dengan pemberatan, serta penipuan daring.
Sebagian besar pelaku berasal dari kelompok muda yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Ini menunjukkan bahwa tekanan ekonomi bisa menjadi pintu masuk bagi kejahatan—baik karena kebutuhan maupun frustrasi sosial.
Respons dan Harapan dari Pemprov Lampung
Pemerintah Provinsi Lampung di bawah kepemimpinan Gubernur Rahmat Mirzani Djausal telah menunjukkan langkah proaktif dalam merespons tantangan ini. Sejumlah program strategis telah dijalankan, antara lain:
- Revitalisasi Balai Latihan Kerja (BLK) dan pelatihan digital kreatif berbasis desa,
- Sertifikasi keterampilan gratis untuk lulusan SMA/SMK yang belum bekerja,
- Fasilitasi UMKM dan koperasi milenial, termasuk akses permodalan ultra mikro,
- Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di sektor pertanian dan perikanan yang melibatkan generasi muda,
- Serta program “One Village One Product” yang mendorong ekonomi lokal berbasis potensi desa.
Langkah-langkah ini mencerminkan keberpihakan terhadap pembangunan inklusif. Rahmat Mirzani Djausal, sebagai gubernur muda, terlihat serius membumikan konsep ekonomi kerakyatan yang produktif dan berdaya saing.
Dalam berbagai kesempatan, ia menekankan pentingnya menjadikan pengangguran sebagai indikator utama dalam pengambilan kebijakan daerah.
Menuju Pembangunan yang Menyentuh Warga
Langkah pemprov patut diapresiasi, namun perlu dikawal dengan keberlanjutan, pengawasan, dan keberpihakan yang konsisten.
Sebab, pengangguran tidak sekadar isu ekonomi, melainkan masalah sosial yang berlapis. Jika tidak diantisipasi secara terintegrasi, ia bisa berubah menjadi bom waktu yang merusak tatanan masyarakat.
Pembangunan yang sejati bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi, melainkan kehadiran negara di tengah rakyat: menciptakan rasa aman, membuka peluang, dan memulihkan harapan.
—
*Penulis adalah pemerhati pembangunan, tinggal di Bandar Lampung.