Sekolah Kakao: Jalan Lampung Sejahterakan Petani dan Perkuat Ketahanan Pangan

Sekolah Kakao Jalan Lampung Sejahterakan Petani dan Perkuat Ketahanan Pangan
Petani Lampung dengan Klon Kakao unggul yang dikenal tahan hama dan memiliki produktivitas tinggi. Dengan pendampingan dari lulusan sekolah Kakao, hasil bisa lebih meningkat. (Foto: Yopie Pangkey)

Lampung punya segudang potensi pertanian. Kopi, lada, hingga kakao tumbuh subur di sini. Tapi sayangnya, potensi besar itu belum benar-benar mengangkat kesejahteraan petani.

Ambil contoh kakao komoditas yang sebenarnya menjanjikan, tapi masih mentok di level produktivitas rendah dan harga jual yang nggak bersahabat.

Read More

Salah satu akar masalahnya: petani kurang akses terhadap pengetahuan teknis dan jaringan pasar. Di sinilah ide Sekolah Kakao bisa jadi solusi strategis.

Potret Petani Lampung: Kaya Lahan, Miskin Pangan

Riset di Lampung Barat mencatat lebih dari 93% kepala keluarga di desa adalah petani.

Tapi ironinya, studi lain menyebut 62,26% rumah tangga petani kopi di sana justru rawan pangan. Hanya 15,09% yang benar-benar tahan pangan.

Penyebabnya klise: pendapatan kecil, harga kebutuhan pokok naik terus. Kondisi ini sangat mungkin juga dialami petani kakao, yang selama ini jalan di tempat tanpa dukungan berarti.

Apa Itu Sekolah Kakao?

Sekolah Kakao bukan sekolah formal. Ini lebih mirip pusat pelatihan terpadu yang memberi petani tiga bekal utama:

  1. Teknik Budidaya yang Benar
    Bukan cuma cara nanem, tapi juga soal pemupukan tepat guna, kendalikan hama tanpa bahan kimia berlebihan, sampai agroforestri yang ramah lingkungan.
  2. Pascapanen dan Pengolahan
    Di sini petani belajar fermentasi biji kakao yang benar, cara mengeringkan yang higienis, bahkan bikin produk jadi seperti cokelat batang atau bubuk kakao siap jual.
  3. Manajemen Usaha
    Dari pembukuan sederhana, strategi jualan langsung ke konsumen, sampai membangun relasi dengan pabrik cokelat besar.

Filosofinya sederhana: padukan kearifan lokal dengan ilmu modern. Model ini sudah terbukti berhasil di Sumberjaya, Lampung Barat, lewat pengelolaan kopi berbasis etno-agronomi.

Kolaborasi yang Jalan Bareng

Sekolah Kakao nggak bisa jalan sendiri. Butuh sinergi:

  • Pemda: sediakan lahan dan payung kebijakan.
  • Kampus: bikin kurikulum dan riset lapangan.
  • Swasta: bantu alat dan buka akses pasar.
  • Kelompok tani: eksekutor di lapangan.

Formatnya fleksibel: ada kelas rutin, workshop tematik, sampai pendampingan langsung lewat kebun percontohan (demplot).

Dampak dan Tahapan Realistis

Kalau berjalan, Sekolah Kakao bisa:

  • Naikkan produktivitas dan mutu biji kakao.
  • Tambah income petani lewat produk olahan.
  • Perkuat ketahanan pangan keluarga petani.
  • Jaga kelestarian lingkungan lewat sistem tanam campur.

Implementasinya bertahap: survei dan persiapan (tahun pertama), pelatihan intensif (tahun 2–3), lalu replikasi mandiri ke daerah lain (tahun 4–5).

Baca juga:
* Mengembalikan Kejayaan Kakao Pesawaran dengan Rehabilitasi dan GAP pada Areal Perhutanan Sosial

Bukan Sekadar Pelatihan

Sekolah Kakao adalah investasi jangka panjang untuk Lampung.

Kalau pemerintah, akademisi, dan industri mau duduk bareng, Lampung bisa jadi pusat kakao nasional bukan cuma dalam jumlah, tapi juga kualitas dan kesejahteraan petaninya.

Dan yang paling penting: petani nggak lagi sekadar jadi pemasok murah. Mereka punya nilai tawar, punya skill, punya masa depan.

*Mahendra Utama, Pemerhati Pembangunan

#KakaoLampung #KetahananPangan #PemberdayaanPetani #EkonomiHijau

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *