Petani Agroforestri Kedondong Pesawaran Belajar Bikin Pupuk Ecoenzim, Kolaborasi Jaga Hutan dan Tingkatkan Kualitas Kopi

Petani Agroforestri Kedondong Pesawaran Belajar Bikin Pupuk Ecoenzim - Kolaborasi Jaga Hutan dan Tingkatkan Kualitas Kopi - Yopie Pangkey.webp
Fatoni bersama mahasiswi Prodi Pengembangan Produk Agroindustri Polinela. (Foto: Yopie Pangkey)

Di Desa Sinar Harapan, Kecamatan Kedondong, Kabupaten Pesawaran, aroma fermentasi dari limbah dapur dan sisa pertanian justru menjadi tanda tumbuhnya kesadaran. Kesadaran untuk hidup berdampingan dengan alam.

Di sinilah sekelompok petani memulai ikhtiar kecil yang bisa berdampak besar: memproduksi pupuk organik berbasis ecoenzim sebagai bagian dari upaya menjaga tanah, panen, dan hutan.

Read More

Langkah ini dipelopori oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Agroforestri Lestari. Fatoni, ketuanya, tak hanya dikenal sebagai petani, tapi juga sebagai penjaga hutan yang bekerja dalam diam.

Rumahnya kini bukan sekadar tempat tinggal, melainkan menjadi ruang belajar terbuka bagi siapa pun yang ingin tahu bagaimana caranya mengubah limbah menjadi harapan.

“Kalau bukan kita yang jaga hutan ini, siapa lagi?” ucap Fatoni, sambil menunjukkan barisan pohon yang mengelilingi desanya.

Baginya, ecoenzim bukan sekadar larutan fermentasi, tapi simbol perlawanan terhadap kerusakan yang dilakukan diam-diam oleh sistem pertanian instan.

Hari itu, Minggu (23/6/2025), Fatoni tak sendiri. Ia ditemani sejumlah pihak yang percaya pada konsep pertanian berkelanjutan: Hairul Saleh, pengusaha kopi pemilik Gens Coffee Roastery; para dosen dan mahasiswa dari Politeknik Negeri Lampung (Polinela); hingga Kepala KPH Pesawaran.

Mereka berkumpul untuk ikut serta dalam pelatihan pembuatan pupuk cair dan padat berbasis ecoenzim. Bahan-bahannya sederhana: kulit buah, sisa sayuran, dan tetes molase.

Namun manfaatnya luar biasa—menyuburkan tanaman tanpa merusak struktur tanah, serta mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia yang mahal dan tidak ramah lingkungan.

Kopi, Tanah, dan Kesadaran Alam

Pengusaha kopi Hairul Saleh ikut mendukung gerakan ini. Menurutnya, rasa kopi sangat bergantung pada kondisi lingkungan. Maka menjaga tanah dan hutan adalah bagian dari menjaga kualitas kopi.

“Kopi juga bergantung pada faktor alam. Panen tahun ini belum tentu rasanya sama dengan panen tahun depan. Ada suhu, ada hujan, ada sinar matahari, dan ada situasi tanah. Semua itu berpengaruh pada cita rasa kopi,” jelas Hairul.

Menurutnya, penerapan Good Agriculture Practice (GAP) sangat penting, terutama di daerah seperti Pesawaran yang banyak memiliki potensi kopi hutan.

“Saat saya bertanya ke Fatoni, ada nggak pupuk non-kimia, dia langsung jawab ada. Nah, dari situlah lahir inisiatif ini. Supaya apa pun yang kita ambil dari hutan, bisa kita kembalikan ke alam tanpa merusaknya,” lanjutnya.

Fatoni bercerita bahwa Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, turut mendukung upayanya. Saat mencicipi kopi hasil olahannya, Kadis Yanyan menyampaikan pujian.

“Beliau bilang, kopi saya ini sudah enak. Tapi beliau juga berpesan, kualitasnya harus terus ditingkatkan. Dan kalau sudah bagus, ya jangan turun—harus dipertahankan,” ujar Fatoni mengenang pesan itu.

Kegiatan ini menjadi contoh bagaimana pelestarian hutan bisa berjalan seiring dengan peningkatan produktivitas pertanian. Tak harus menebang untuk mendapat penghidupan. Tak harus merusak untuk bisa panen.

Ecoenzim: Dari Limbah Jadi Nutrisi Tanaman

Giffary Pramafisi Soeherman, dosen Prodi Pengembangan Produk Agroindustri Polinela, menambahkan bahwa ecoenzim memang dirancang untuk menggantikan pupuk kimia.

“Dari alam, kembali ke alam. Ecoenzim ini berasal dari limbah dapur—pisang, pepaya, jeruk, sayuran—kemudian difermentasi dengan molase selama tiga bulan,” ungkapnya.

Selama proses fermentasi, larutan ini menghasilkan unsur nutrisi penting, terutama nitrogen dari pemecahan protein dalam bahan-bahan organik.

“Nutrisi ini akan diberikan ke tanaman, dan bisa disesuaikan kebutuhannya. Kalau untuk pestisida atau herbisida, tinggal dilarutkan saja dengan perbandingan yang tepat,” jelas Giffary.

Agroforestri, Jalan Tengah Antara Bertani dan Menjaga Hutan

Tak hanya memberikan manfaat ekonomi, penggunaan ecoenzim juga membantu menjaga kawasan hutan yang menjadi bagian dari skema perhutanan sosial.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanan Ruchyansyah, menyampaikan bahwa kelompok ini adalah contoh nyata bagaimana masyarakat bisa mengelola kawasan hutan secara lestari dan produktif.

“Agroforestri yang mereka jalankan menjaga keseimbangan antara tanaman pertanian dan vegetasi hutan. Ini model perhutanan sosial yang sesungguhnya,” ujarnya di tempat terpisah.

Kini, pupuk yang dulu mereka beli, bisa mereka buat sendiri. Limbah yang dulu mereka buang, justru menjadi sumber daya. Dan hutan yang dulu hanya dianggap latar belakang desa, kini mereka jaga sebagai poros kehidupan.

Baca juga:
* Mengembalikan Kejayaan Kakao Pesawaran dengan Rehabilitasi dan GAP pada Areal Perhutanan Sosial

Suara Kecil dari Desa yang Menumbuhkan Harapan

Inisiatif Fatoni dan kelompoknya menjadi bukti bahwa perubahan bisa dimulai dari desa. Di tengah arus modernisasi dan krisis lingkungan, suara petani tetap relevan untuk masa depan bumi.

Di tengah derasnya arus modernisasi, suara Fatoni dan para petani di Sinar Harapan menjadi pengingat: bahwa perubahan tak harus selalu datang dari kota. Kadang, ia tumbuh dari desa—pelan, sunyi, tapi membawa makna.

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *