Warga Sungai Burung Bersatu Jaga Ekosistem Laut dan Mangrove

Warga Sungai Burung Bersatu Jaga Ekosistem Laut dan Mangrove 1
Acara sosialisasi dan musyawarah terakit keluhan terkait alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan dan penebangan mangrove, pada Jumat (21/2/2025). (Foto: Yopie Pangkey)

Kampung Sungai Burung, Kecamatan Dente Teladas, Kabupaten Tulang Bawang, merupakan salah satu perkampungan pesisir yang memiliki karakter unik.

Terletak di tepi laut, kehidupan masyarakat di kampung ini sangat bergantung pada hasil tangkapan ikan dan sumber daya pesisir lainnya.

Read More

Namun, di balik keindahan alamnya, tersimpan kekhawatiran yang mendalam.

Berkurangnya hasil tangkapan nelayan dan ancaman abrasi pantai semakin nyata, mengancam keberadaan tempat tinggal mereka.

Tanpa upaya konkret, bukan tidak mungkin sebagian besar wilayah Kampung Sungai Burung akan terkikis dan hilang ditelan laut.

Selain itu, perekonomian warga kampung pun bisa terdampak akibat hasil tangkapan yang jauh berkurang. Berkurangnya hasil laut karena ekosistem yang rusak akan semakin memperburuk kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Musyawarah Warga: Menyuarakan Keluhan dan Solusi

Gambar Kampung Sungai Burung Google Map
Gambar Kampung Sungai Burung dilihat di Google Map.

Kesadaran akan ancaman ini mendorong Kepala Kampung Sungai Burung, Mashuri, untuk mengundang Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung, Dinas Perikanan Kabupaten Tulang Bawang, serta Environmental Defense Fund dan Mitra Bentala dalam sebuah sosialisasi dan musyawarah pada Jumat (21/2/2025).

Dalam pertemuan ini, masyarakat menyampaikan berbagai keluhan terkait alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan.

Seperti penggunaan kapal trol besar, kapal sondong besar, alat tangkap belat, kapal tank, serta penebangan mangrove yang seharusnya menjadi sabuk hijau (gren belt) alami bagi kampung mereka.

Sebagai langkah nyata, Kepala Kampung Sungai Burung berinisiatif membuat peraturan kampung yang membatasi penggunaan kapal trawl, kapal sondong, alat penggaruk kerang, serta melarang penebangan pohon mangrove.

“Peraturan ini lambat laun akan diterapkan. Kita harus memberikan pengawasan untuk laut kita. Kalau bisa, trawl kita larang siang dan malam,” ujar Kepala Kampung Sungai Burung, Mashuri, mengimbau kepada 80an warga Sungai Burung yang hadir.

“Kita bareng-bareng awasi laut kita, karena ini untuk kesejahteraan kita semua,” ujarnya.

Ia juga masih memberikan toleransi kepada pihak-pihak yang selama ini menggunakan alat tangkap yang dilarang, dengan harapan adanya peralihan ke metode yang lebih berkelanjutan.

“Kita bareng-bareng bekerja untuk kesejahteraan warga kampung kita. Kalau ada masyarakat ke laut dan melihat ada kapal trawl, segera ambil foto dan video untuk pelaporan,” ajaknya.

“Saya ingin di tahun 2025 ini laut sekitar Kampung Sungai Burung bebas dari trawl dan penggaruk kerang yang dapat merusak ekosistem,” tambahnya.

Selain menjaga laut, masyarakat juga mulai menyadari pentingnya keberadaan mangrove sebagai benteng alami yang melindungi mereka dari abrasi.

Kepala Kampung, Mashuri, pun menegaskan komitmen untuk menjaga ekosistem ini.

“Kita bersama-sama jaga laut kita, bersama-sama jaga mangrove kita,” tegasnya.

Baca juga:
* Pokmaswas Kampung Cabang: Penjaga Keseimbangan Alam di Way Seputih dan Laut Timur TNWK

Dukungan dari Pemerintah dan NGO

Warga Sungai Burung Bersatu Jaga Ekosistem Laut dan Mangrove 2
Kepala Kampung Sungai Burungn, Mashuri (duduk ketiga dari kiri) bersama tamu undangan. (Foto: ist)

Dukungan terhadap inisiatif warga ini juga datang dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. Katimja Pengawasan Sumber Daya Kelautan DKP Lampung, Cici Anggara, mengapresiasi gerakan masyarakat Kampung Sungai Burung.

“Semakin banyak yang sadar lingkungan, kami sangat terbantu. Kami hanya sebatas memberi motivasi, karena yang menikmati hasil dari terjaganya lingkungan adalah warga kampung ini,” ujarnya.

Cici juga menyoroti pentingnya pelestarian mangrove bagi masyarakat pesisir.

“Yang penting juga adalah mangrove. Kehidupan warga di sini sangat bergantung pada mangrove. Kalau mangrove habis, maka habis juga kehidupan masyarakat Sungai Burung,” kata Cici.

“Sebaiknya menanam mangrove, karena mudah meminta bibit mangrove ke pemerintah. Yang lebih sulit adalah menjaganya,” tambahnya.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung juga mengajak masyarakat, tokoh, aparat penegak hukum (APH), serta NGO untuk bersama-sama membantu dalam upaya penanganan pelanggaran.

“Kami mendorong masyarakat untuk aktif dalam pemantauan, pelaporan, dan pengamanan pelaku perusakan lingkungan melalui Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas),” Cici menyerukan.

Cici menyampaikan, pihaknya selaku penyidik siap meneruskan perkara ke proses penyidikan jika terdapat pelaku pengrusakan ekosistem mangrove.

“Namun, kami juga mengimbau agar masyarakat tidak bertindak sendiri dalam menegakkan aturan. Semua permasalahan harus diselesaikan melalui jalur hukum yang berlaku.” tutupnya.

Dukungan terhadap upaya masyarakat Kampung Sungai Burung juga datang dari Environmental Defense Fund (EDF).

Perwakilan EDF, Guswarman, menyatakan bahwa EDF dan Mitra Bentala mendukung semua upaya warga kampung dalam menjaga kelestarian lingkungannya.

“EDF dan Mitra Bentala hanya memfasilitasi, selebihnya adalah warga kampung yang yang harus berperan aktif dalam menjaga laut dan mangrove di sini,” ujarnya.

Baca juga:
* Menjaga Napas Pesisir: IKA Sylva Unila Tanam 2.025 Bibit Mangrove di Lampung Selatan

Langkah yang diambil oleh Kampung Sungai Burung ini, menurut Guswarman, bisa menjadi contoh bagaimana masyarakat pesisir dapat mengambil peran aktif dalam menjaga ekosistem laut dan mangrove.

“Inisiatif seperti ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi kampung-kampung pesisir lainnya di Lampung untuk turut serta menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan pesisir demi masa depan yang lebih baik.” tutupnya.

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *