Inisiasi Gubernur Mirza: Lampung Fest 2025 dan Model Baru Tata Kelola Event Daerah

Inisiasi Gubernur Rahmat Mirzani Djausal - Lampung Fest 2025 dan Model Baru Tata Kelola Event Daerah
Lampung Fest 2025, dengan tema "Coffee and Tourism", inisiasi Gubernur Rahmat Mirzani Djausal.

Oleh: Yopie Pangkey — Pengamat Pariwisata Lampung, Travel Blogger

Pada November 2025, panggung PKOR Way Halim akan kembali menyala. Namun kali ini, sorotan lampunya bukan sekadar pesta hiburan, melainkan pertanda babak baru dalam sejarah penyelenggaraan event di daerah.

Read More

Namanya Lampung Fest 2025, dan yang membedakannya bukan pada megahnya acara, melainkan pada cara baru mengelola festival tanpa sepeser dana APBD.

Langkah ini menjadi tonggak penting di era Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal. Ia memulai tradisi baru: melepaskan ketergantungan daerah terhadap anggaran publik dalam penyelenggaraan event pariwisata.

Sebuah langkah yang berani dan progresif di tengah budaya birokrasi yang kerap mengandalkan APBD sebagai sumber utama pembiayaan kegiatan publik.

Melepaskan Ketergantungan Lama

Selama ini, festival-festival daerah seringkali menjadi agenda rutin yang menelan anggaran besar, namun minim inovasi dan dampak ekonomi.

Ketergantungan pada APBD membuat penyelenggaraan event cenderung normatif, lebih administratif daripada kreatif.

Keputusan Gubernur Mirza untuk menggelar Lampung Fest 2025 tanpa dana APBD mengirimkan pesan yang tajam:
event pariwisata seharusnya menjadi mesin penggerak ekonomi, bukan beban fiskal.

Pendanaan festival kali ini dilakukan sepenuhnya melalui kemitraan swasta, sponsor, dan skema bagi hasil dengan pelaku usaha mikro.

Model ini tidak hanya menumbuhkan kemandirian ekonomi kreatif, tetapi juga menciptakan ruang partisipasi luas bagi sektor non-pemerintah untuk berperan aktif.

Selain itu, dana publik yang biasanya terserap untuk biaya event organizer atau birokrasi kini bisa dialihkan ke sektor prioritas lain—seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

Dengan begitu, kemandirian Lampung Fest bukan hanya efisiensi, melainkan bentuk reformasi tata kelola event daerah.

Panggung untuk Komunitas

Hal menarik lainnya adalah penyerahan pengelolaan festival kepada Forum Lampung Kreatif (FOLK)—sebuah komunitas kolaboratif yang menaungi pelaku seni, UMKM, media, dan ekonomi kreatif.

Alih-alih menyerahkan kepada event organizer profesional berbiaya tinggi, pemerintah daerah memilih mempercayakan festival ini kepada anak-anak muda yang memang hidup dari dunia kreatif.

Langkah ini mengubah peran pemerintah: dari operator menjadi fasilitator dan kurator.

Komunitas diberi ruang untuk berkreasi, menentukan konten, dan membangun atmosfer festival yang benar-benar lahir dari denyut masyarakat Lampung sendiri.

Keterlibatan komunitas bukan hanya simbol partisipasi, tetapi juga strategi memperkuat rasa memiliki.

Ketika warga menjadi bagian dari penyelenggara, festival tak lagi terasa sebagai acara pemerintah—melainkan pesta rakyat yang autentik dan merakyat.

Kreativitas sebagai Mesin Ekonomi

Dengan absennya APBD, penyelenggara dipaksa berpikir lebih kreatif dalam mencari sumber pendanaan.
Setiap keputusan harus berorientasi pada hasil dan efisiensi.

Kebijakan tiket gratis bagi pengunjung (kecuali konser musik berbayar) membuka akses yang lebih inklusif.
Target 300.000 pengunjung bukan lagi utopia, karena festival ini benar-benar menjadi pesta rakyat, bukan pameran berbayar yang eksklusif.

Dari sisi ekonomi daerah, Lampung Fest 2025 menampilkan paradigma baru Pendapatan Asli Daerah (PAD):
pendapatan yang berasal dari perputaran uang di lokasi, bukan dari tiket atau subsidi pemerintah.

Sponsor, belanja pengunjung, dan aktivasi merek menjadi sumber utama.
Inilah bentuk baru ekonomi kreatif daerah—tumbuh dari aktivitas publik, bukan birokrasi anggaran.

Kopi dan Pariwisata: Strategi Ekonomi Lokal

Tema besar “Coffee and Tourism” bukan sekadar pemanis acara, melainkan strategi ekonomi yang visioner.

Lampung selama ini dikenal sebagai salah satu sentra kopi robusta terbesar di Indonesia.

Dengan menjadikan kopi sebagai ikon festival, pemerintah daerah menempatkan komoditas lokal sebagai magnet ekonomi dan identitas daerah.

Melalui pameran, workshop, hingga bazar UMKM, festival ini tidak hanya menghibur, tetapi juga mempromosikan produk unggulan Lampung kepada pasar yang lebih luas.

Pengunjung yang datang didorong untuk membelanjakan uang mereka pada kopi, kerajinan, dan produk kreatif lokal.

Dengan demikian, festival menjadi jembatan yang menghubungkan petani kopi di hulu dengan konsumen di hilir.

Model Baru untuk Lampung

Lampung Fest 2025 sejatinya bukan hanya perayaan budaya, tetapi eksperimen kebijakan publik dalam tata kelola pariwisata daerah.

Model ini sejalan dengan semangat good governance: kolaboratif, partisipatif, dan efisien.

Pola ini layak ditiru oleh kabupaten dan kota di Lampung.

Banyak daerah memiliki potensi wisata dan produk unggulan, tetapi terhambat oleh keterbatasan anggaran dan pola kerja yang terlalu birokratis.

Dengan meniru model Lampung Fest, mereka bisa menyelenggarakan festival tematik yang didanai kolaborasi publik-swasta, mengangkat identitas lokal masing-masing tanpa membebani APBD.

Kemandirian semacam ini akan memperkuat ekosistem ekonomi kreatif di tingkat daerah, serta mendorong pemerataan manfaat pariwisata di seluruh wilayah Lampung.

Pada akhirnya, acara ini bukan hanya festival seni dan budaya serta ekshibisi, melainkan simbol kemandirian dan inovasi daerah.

Lampung Fest 2025 ini menunjukkan bahwa kemeriahan tak selalu butuh anggaran besar—cukup keberanian, kolaborasi, dan keyakinan bahwa ekonomi kreatif bisa berdiri di atas kaki sendiri.

#LampungFest2025 #BukanPRL #BukanLampungFair

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *