Revolusi Sunyi di Suhita Bee Farm: Pertanian Regeneratif ala Kinan Suyadi

Revolusi Sunyi di Suhita Bee Farm - Pertanian Regeneratif ala Kinan Suyadi - yopie pangkey
Salah satu sudut Suhita Bee Farm, yang memberikan suasana segar dan tenang. (Foto: Yopie Pangkey)

Di sudut Kota Bandarlampung, Provinsi Lampung, tersembunyi sebuah oase hijau bernama Suhita Bee Farm. Tak ada yang menyangka, kawasan rindang dengan suara dengungan lebah dan wangi bunga yang semerbak itu dulunya adalah lahan bekas tambang batu yang gersang.

Sosok di balik transformasi luar biasa itu adalah Kinan Suyadi, pria yang tidak memiliki latar belakang pertanian maupun perlebahan.

Read More

Berbekal rasa ingin tahu, semangat belajar dari praktik, dan kecintaan pada lebah, Suyadimengubah lahan mati itu menjadi pusat praktik pertanian regeneratif (regenerative agriculture). Hasilnya, kini lahan tersebut sudah menjadi tempat tinggal koloni lebah madu, serta rumah bagi keanekaragaman hayati yang mulai tumbuh kembali.

Mulai dari Nol, Belajar dari Lebah

Revolusi Sunyi di Suhita Bee Farm - Regenerative Agriculture ala Kinan Suyadi - yopie pangkey
Kinan Suyadi sempat belajar beternak lebah di Australia selama 2 tahun. (Foto: Yopie Pangkey)

“Saya tidak tahu banyak tentang lebah, apalagi soal pertanian,” ujar Suyadi saat ditemui di farm-nya.

Tapi justru karena tidak tahu, ia jadi ingin belajar. Ia mulai dari hal paling mendasar: menanam tanaman yang menghasilkan nektar, sebagai sumber pakan lebah.

Ketika koloni lebah mulai berdatangan, Suyadi mulai memperhatikan cara mereka bekerja. “Lebah adalah guru paling sabar. Mereka hidup rapi, tidak merusak, tapi hasil kerjanya berdampak luas,” katanya.

Lebah-lebah itulah yang mengajarinya arti ekosistem dan pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam.

Merancang Ekosistem Lapisan Tajuk

Revolusi Sunyi di Suhita Bee Farm - Good Agricultural Practices Pertanian Regeneratif ala Kinan Suyadi - yopie pangkey
Kinan Suyadi di antara pepohonan Suhita Bee farm. Mengukur lahan, merencanakan mini-agroforestry-nya. (Foto: Yopie Pangkey)

Untuk menopang kehidupan lebah dan menjaga keberlanjutan lahan, Suyadi menerapkan sistem agroforestri bertingkat—suatu bentuk pertanian yang memadukan pepohonan, tanaman pertanian, dan satwa seperti lebah dalam satu ruang kelola.

Lahan Suhita Bee Farm kini terdiri dari tiga tajuk. Tajuk atas ditanami pohon tinggi seperti sengon, kelapa, dan akasia, yang berkontribusi menjaga struktur tanah dan mengurangi limpasan permukaan. Semua tanaman ini pada akhirnya membantu menjaga ketersediaan air tanah.

Tajuk tengah diisi tanaman berbunga yang produktif seperti kopi, jeruk, api papua, akar gantung, Dombeya acutangula, dan jambu—semuanya kaya akan nektar.

Sedangkan tajuk bawah dipenuhi semak seperti lavender, kapulaga, bunga matahari, peregrina, dan lain sebagainya.

Lalu ada tanaman merambat Petrea volubilis, tanaman air papirus, kangkung, teratai, dan lain sebagainya.

Sedangkan di pinggiran area Suhita di tepian sungai, banyak dijumpai tanaman bambu. Akar bambu yang rapat membantu menjaga kestabilan tanah dan mencegah erosi tanah.

Dengan kombinasi ini, lebah tak pernah kehabisan sumber pakan sepanjang tahun. Selain membantu produktivitas madu, kehadiran lebah mempercepat proses penyerbukan, memperbaiki struktur tanah, dan membantu regenerasi tanaman.

Pertanian Regeneratif ala Suhita: Memulihkan Bekas Tambang Jadi Kebun yang Hidup

Transformasi Suhita Bee Farm tidak terjadi dalam semalam, seperti Bandung Bondowoso yang berusaha menyanggupi syarat Roro Jonggrang membangun seribu candi dalam waktu satu malam.

Lahan yang dulunya bekas tambang batu sangat keras dan miskin unsur hara. Tanaman sulit tumbuh. Tapi Suyadi bersikukuh, bahwa tanah bisa pulih asal diperlakukan dengan benar.

Ia menerapkan prinsip pertanian regeneratif: menambahkan pupuk kompos dari daun bambu yang banyak tersedia, menggunakan mulsa untuk menjaga kelembapan tanah, dan menghindari pestisida kimia.

Pelan-pelan, mikroorganisme tanah hidup kembali. Cacing tanah bermunculan. Tanaman tumbuh lebih cepat.

Kini, setelah beberapa tahun berjalan, lahan itu tak hanya hijau kembali. Ia berubah menjadi lanskap agroekologis yang mendukung kehidupan lebah, menyuplai pangan sehat dari madu alami, dan menjadi tempat belajar bagi masyarakat.

Pertanian regeneratif adalah pendekatan bertani yang tak hanya mempertahankan kesuburan tanah, tapi juga memperbaikinya.

Sistem ini memadukan praktik alami seperti rotasi tanaman, penggunaan kompos, pengembalian bahan organik ke tanah, dan tidak mengandalkan input kimia sintetis.

Tujuannya bukan sekadar panen, tetapi memulihkan ekosistem secara keseluruhan.

Lebah, Makhluk Kecil yang Menjaga Dunia

Transformasi yang dilakukan Suyadi lewat Suhita Bee Farm sejatinya bukan hanya soal pertanian dan produksi madu. Ini adalah upaya menjaga keberlanjutan kehidupan. Karena lebah, bagi dunia, bukan sekadar serangga. Mereka adalah pilar utama ekosistem.

Menurut data FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia), lebih dari 75 persen tanaman pangan di dunia sangat bergantung pada proses penyerbukan oleh lebah.

Tanaman seperti kopi, apel, melon, dan banyak jenis sayur serta buah tidak akan berbuah tanpa bantuan lebah. Bahkan, banyak komoditas pertanian dan perkebunan di Indonesia pun sangat mengandalkan lebah sebagai penyerbuk alami.

Lebah juga memegang peran penting dalam evolusi tanaman berbunga. Tanpa mereka, tidak akan terjadi penyebaran serbuk sari dan kawin silang, yang penting untuk menghasilkan varietas tanaman baru.

Dengan kata lain, lebah adalah agen regenerasi dan penjaga keberagaman hayati.

Bayangkan jika lebah benar-benar punah. Tak ada lagi penyerbukan, tak ada buah, dan lambat laun tanaman kehilangan kemampuan berkembang biak. Ekosistem akan terganggu, dan manusia kehilangan banyak sumber pangan.

Ungkapan fisikawan terkenal Albert Einstein bahkan sering dikutip:

“Jika lebah menghilang dari permukaan bumi, manusia hanya memiliki waktu hidup empat tahun. Tak ada lebah, tak ada penyerbukan, tak ada tumbuhan, tak ada hewan, tak ada manusia.”

Meski kalimat itu terdengar ekstrem, namun secara ilmiah sangat masuk akal. Tanpa lebah, rantai makanan akan runtuh. Dan tanpa makanan, kehidupan akan ikut terhenti.

Madu Berkualitas dan Good Agricultural Practices

Dari hasil koloni lebah yang sehat, Suyadi mulai memanen madu secara berkala. Ia tidak mengambil seluruh madu dalam sarang, karena ia paham lebah juga butuh simpanan untuk bertahan hidup.

Dalam prosesnya, Suyadi menerapkan prinsip Good Agricultural Practices (GAP). Mulai dari pemilihan tanaman, perawatan sarang, pengelolaan panen, hingga distribusi madu, semuanya dilakukan secara higienis dan berkelanjutan.

Madu dari Suhita Bee Farm dikenal memiliki rasa unik. Kombinasi asal nektar yang beragam membuat rasa dan aromanya kaya, lembut, dan alami. Madunya tidak dijual dalam jumlah besar, tapi dipasarkan secara langsung kepada konsumen yang mengutamakan kualitas dan keberlanjutan.

Dari Peternakan Lebah Menjadi Sekolah Alam

Kini, Suhita Bee Farm tak hanya menjadi lahan produksi. Tempat ini berkembang menjadi ruang edukasi terbuka.

Hampir setiap hari, Suyadi membuka sesi pelatihan untuk pelajar, petani muda, bahkan komunitas urban yang ingin belajar pertanian alami dan mengenal lebah lebih dekat.

Di sana, peserta tidak hanya belajar cara beternak lebah. Mereka diajak memahami peran penting lebah dalam ekosistem, pentingnya biodiversitas, hingga filosofi kerja keras dan kolektif yang menjadi dasar kehidupan lebah.

“Saya ingin orang-orang tahu bahwa menjaga lebah itu bukan hanya demi madu. Tapi demi masa depan kita semua,” ujar Suyadi.

Harapan Seorang Petani Lebah

Pertanian Regeneratif ala Kinan Suyadi di Suhita Bee Farm - yopie pangkey
Kinan Suyadi bersama tim dari NGO Belanda, Programma Uitzending Managers (PUM). Menunjukkan teknologi sarang lebah yang dipelajarinya dari Australia. (Foto: Yopie Pangkey)

Suhita Bee Farm adalah bukti nyata bahwa pemulihan alam bisa dimulai dari hal kecil—dari lahan bekas tambang yang tidak produktif, menjadi pusat kehidupan baru yang membawa manfaat ekologis dan ekonomi.

Kinan Suyadi, yang memulai semua ini dari ketidaktahuan, kini menjadi contoh bagaimana regenerative agriculture (pertanian regeneratif) bisa membawa perubahan.

Suyadi tidak hanya menyelamatkan lebah dan tanah, tapi juga menunjukkan jalan bagi pertanian masa depan: tidak hanya mengambil, tapi juga memberi.

“Semoga pertanian regeratif bukan hanya slogan dan filosofi, tetapi menjadi sebuah ajakan untuk bertani dan melestarikan alam untuk generasi yang akan datang,” tutupnya.

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *