Di Kampung Cabang, sebuah desa kecil di tepi Sungai Way Seputih dan Way Pegadugan, harmoni alam dan masyarakat menjadi napas kehidupan sehari-hari. Aliran sungai yang tenang membawa memori masa lalu, ketika ikan jelabat, belida, dan arwana berenang bebas di Way Pegadungan dan Way Seputih. Namun, kehadiran limbah membuat ikan-ikan itu kini hanya menjadi cerita.
Di ujung aliran sungai, kuala Way Seputih menghadap ke lautan luas di sebelah timur kawasan Taman Nasional Way Kambas (TNWK). Di sinilah masyarakat setempat melalui Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Bina Lestari Abadi yang berpusat di Kampung Cabang, Bandar Surabaya, Lampung Tengah, mengambil peran besar menjaga ekosistem.
Ketua Pokmaswas Bina Lestari Abadi, Edi Alamsyah, mengatakan bahwa semua yang mereka lakukan adalah untuk anak turun mereka.
“Kami tidak ingin hanya mengenang ikan-ikan yang dulu. Kami ingin anak cucu kami bisa melihatnya lagi di sungai ini,” ujar pria kelahiran tahun 1984 yang kini menjadi ujung tombak pelestarian lingkungan.
Revitalisasi Sungai Way Seputih: Tanpa Setrum dan Putas

Sungai Way Pegadungan, yang kemudian bermuara di Sungai Way Seputih, pernah menjadi saksi suram penggunaan alat tangkap ilegal seperti setrum dan putas. Aktivitas ini merusak keseimbangan ekosistem sungai, mempercepat kepunahan spesies endemik, dan mencemari habitat alami.
“Dulu, alat tangkap seperti itu sangat umum. Tapi sekarang, kami berhasil mengurangi bahkan menghentikan praktik tersebut,” ungkap Edi.
Berkat kerja keras Pokmaswas, kini warga setempat sudah tidak lagi menggunakan cara-cara yang merusak lingkungan. Mereka mulai menyadari bahwa melindungi sungai sama dengan melindungi kehidupan mereka sendiri.
Namun, tantangan belum berakhir. Saat musim hujan, limbah dari sawah dan pabrik minyak kelapa sawit serta limbah pabrik tebu terbawa arus dan mencemari sungai. Pencemaran ini menjadi ancaman besar bagi keberlanjutan ekosistem.
Membangun Batas Konservasi di Laut Timur dan Mengawasi Kapal Trawl
Tidak hanya berfokus pada sungai, Pokmaswas Kampung Cabang juga mengarahkan perhatian mereka ke lautan di sebelah timur TNWK. Dengan kondisi ekosistem laut yang mulai terancam oleh overfishing dan limbah, mereka mengambil inisiatif membangun empat bagan sebagai penanda batas area konservasi.
“Bagan-bagan ini kami pasang sebagai pengingat bahwa ada area yang harus dijaga. Tidak semua laut bisa dieksploitasi,” kata Edi.
Menurut Edi, area konservasi ini dirancang agar menjadi tempat perlindungan bagi ikan-ikan untuk berkembang biak dan tumbuh tanpa ancaman.
Kini, pengawasan lebih banyak difokuskan di kawasan konservasi. Kapal trawl yang merusak ekosistem terkadang masih muncul di sekitar area tersebut.
Untuk mengatasi ini, Pokmaswas menerapkan metode ‘3 M‘, yaitu melihat, mendengar, dan melaporkan. Jika ditemukan aktivitas ilegal, laporan segera dikirim ke Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung melalui WhatsApp atau aplikasi pelaporan yang langsung terhubung ke pusat.
Dukungan dan Pendampingan dari Berbagai Pihak

Pokmaswas Kampung Cabang dibentuk oleh DKP, bermula dari Surat Keputusan (SK) Desa yang diajukan ke tingkat kabupaten hingga akhirnya disahkan di tingkat provinsi.
Dalam perjalanannya, kelompok ini mendapat pendampingan dari berbagai pihak, termasuk Mitra Bentala dan Environmental Defense Fund (EDF), yang memberikan pelatihan dan pendampingan teknis terkait konservasi dan pengawasan lingkungan.
Menghidupkan Harapan Baru
Kehadiran Pokmaswas membawa harapan baru bagi ekosistem Sungai Way Seputih, Way Pegadungan, dan laut di timur TNWK. Edi dan timnya tidak hanya bertindak sebagai pengawas, tetapi juga sebagai pendidik bagi masyarakat setempat.
Program edukasi tentang pentingnya pelestarian lingkungan rutin dilakukan, melibatkan semua kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa.
“Kami ingin masyarakat paham bahwa apa yang kita lakukan hari ini akan menentukan bagaimana lingkungan kita di masa depan. Setiap langkah kecil itu penting,” jelas Edi.
Mimpi Kembalinya Jelabat, Belida, dan Arwana, serta Terjaganya Ekosistem di Area Konservasi di Laut Timur TNWK
“Kami tahu jalan ini panjang. Tapi kami optimis,” tutur Edi penuh harap. Ia bermimpi suatu hari nanti, anak-anak Kampung Cabang akan melihat jelabat, belida, dan arwana berenang bebas di sungai mereka. Saat ini, jangankan melihat bentuknya, ikan-ikan itu bahkan sudah tidak terlihat lagi di perairan setempat.
Baca juga:
* Nelayan Kampung Cabang: Bertaruh Hidup dari Arus Sungai Way Seputih
Namun, upaya yang mereka lakukan bukan hanya untuk mengembalikan ikan-ikan tersebut, tetapi juga untuk memastikan ekosistem laut di area konservasi tetap lestari. Dengan semakin ketatnya pengawasan terhadap kapal trawl dan pencemaran, mereka berharap biota laut tetap terjaga dan mampu berkembang dengan baik.
Dengan upaya yang terus dilakukan Pokmaswas Bina Lestari Abadi di Kampung Cabang, harapan itu bukanlah hal yang mustahil. Masyarakat di kampung ini telah membuktikan bahwa dengan kerja keras, kesadaran, dan kolaborasi, alam yang rusak dapat dipulihkan.
“Kami di sini ingin membuktikan bahwa Pokmaswas kami bukan hanya penjaga keseimbangan alam, tetapi juga menjadi simbol bahwa manusia dan lingkungan dapat hidup berdampingan secara harmonis,” tutup Edi.