PR Mirza-Jihan: Menjembatani Destinasi Lampung dan Pangsa Pasar Wisata

PR Mirza-Jihan Menjembatani Destinasi dan Pangsa Pasar Wisata Lampung
Enggar Dwi Cahyo saat publikasilampung.id temui, Senin (3/2/2025) di Bandarlampung. (Foto: Yopie Pangkey)

Lampung memiliki sederet destinasi wisata berbasis masyarakat yang telah siap menyambut wisatawan. Keindahan pantai-pantainya, eksotisme ekowisatanya, serta kekayaan budaya dan kulinernya menjadikan provinsi ini memiliki daya tarik tersendiri bagi pelancong.

Namun, potensi besar ini seolah terabaikan. Banyak destinasi yang telah dikembangkan, tetapi sepi pengunjung. Bukan karena kualitas yang kurang, melainkan karena belum optimalnya promosi dan jembatan penghubung antara produk wisata dan pasar wisatawan.

Read More

Dosen Politeknik Negeri Lampung (Polinela), Enggar Dwi Cahyo, menilai bahwa Lampung memiliki modal besar dalam sektor pariwisata.

“Dari sisi potensi, kita punya banyak. Dipoles sedikit, sudah jadi. Infrastruktur juga relatif bagus,” ujarnya kepada publikasilampung.id di Bandarlampung, Senin (3/2/2025).

Namun, ia menyoroti kurangnya strategi pemasaran yang mampu menjangkau langsung calon wisatawan.

Menurutnya, permasalahan utama bukan hanya pada kesiapan destinasi, melainkan pada bagaimana produk wisata ini dapat menjangkau pasar.

“Problemnya adalah ketika produk wisata ini sudah jadi, kita masih kekurangan pihak yang menjembatani produk wisata tersebut ke pasar wisatawan ,” tambahnya.

Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung terpilih periode 2025-2030, Rahmat Mirzani Djausal – Jihan Nurlela.

Memicu Pergerakan Wisatawan ke Lampung

Saat ini, upaya menarik pasar wisatawan ke Lampung belum dilakukan secara maksimal. Padahal, ada berbagai cara yang bisa diterapkan, seperti menggelar travel fair, menjalin kerja sama dengan platform Online Travel Agent (OTA), hingga membangun event-event berkala yang menarik perhatian wisatawan dari luar daerah.

Enggar mencontohkan Jakarta sebagai daerah yang sukses dengan strategi kalender event. Jakarta memiliki banyak kalender event yang bisa membuat wisatawan berbondong-bondong datang.

“Bbeberapa aktu lalu, ada salah satu asosiasi yang mencanangkan Kota Bandarlampung sebagai kota event. Namun, kendalanya adalah kita tidak punya venue yang sanggup mengadakan event besar. Venue masih sangat terbatas,” jelasnya.

Oleh karena itu, ia menyarankan agar pemerintah daerah tidak hanya fokus membangun destinasi, tetapi juga harus aktif menciptakan daya tarik wisatawan melalui event-event reguler dan strategi pemasaran yang lebih luas.

Selain itu, kanal pemasaran untuk produk wisata perlu diperbanyak dan diperkuat agar mampu menembus pasar yang lebih luas.

Membangun Jembatan antara Produk Wisata dan Pangsa Pasar

Salah satu daerah yang bisa dijadikan contoh dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat adalah Banyuwangi. Pemerintah di sana membangun berbagai kanal yang menjembatani antara produk wisata dan pasar.

“Bentuknya bisa macam-macam, seperti travel fair, table top, hingga event khusus yang memancing wisatawan untuk datang. Selain itu, marketplace juga bisa menjadi salah satu solusi agar produk-produk wisata lebih mudah dijangkau wisatawan,” kata Enggar.

Peran agen perjalanan juga perlu diperkuat. Ekosistem operator wisata harus mendapat perhatian lebih karena mereka merupakan pihak yang berinteraksi langsung dengan pasar wisatawan. Strategi yang bisa dilakukan antara lain dengan menggelar famtrip (familiarization trip), travel fair, atau berbagai bentuk promosi lainnya yang melibatkan langsung agen perjalanan.

Di sisi lain, pemerintah juga harus memastikan bahwa sistem pendampingan terhadap desa wisata berjalan dengan baik dan melibatkan banyak pihak.

Saat ini, Dinas Pariwisata Provinsi Lampung telah membentuk desa wisata sebagai proyek percontohan, tetapi belum ada sistem pendampingan yang benar-benar kolaboratif.

“Lampung punya banyak institusi pendidikan yang bisa berperan di sini. Itera kuat dalam perencanaan pariwisata, Politeknik Negeri Lampung (Polinela) kuat di pengembangan SDM, Universitas Lampung (Unila) memiliki keunggulan di bidang budaya, sedangkan Universitas Darmajaya unggul dalam aspek bisnis,” jelasnya.

Ia menambahkan, jika desa wisata bisa dikembangkan dengan kolaborasi antara berbagai institusi, maka hasilnya akan lebih maksimal.

“Bisakah salah satu desa wisata itu dikroyok bareng-bareng? Itu harus ada motor yang mengoordinasikan, dan itu adalah peran dari pemerintah Provinsi Lampung,” tegasnya.

Harapan untuk Gubernur Terpilih

Tantangan besar menanti pemimpin Lampung periode 2025-2030 dalam membenahi sektor pariwisata. Pemerintah daerah harus bisa menjadi motor penggerak yang menjembatani antara destinasi dan pasar. Tanpa strategi pemasaran yang efektif, wisata berbasis masyarakat yang sudah dibangun hanya akan menjadi pajangan tanpa pengunjung.

Baca juga:
* ASITA Lampung Jalin Kerjasama dengan Travel Agen Malaysia

Ke depan, pemerintah perlu membuka lebih banyak jalur pemasaran, memperkuat kerja sama dengan pelaku industri pariwisata, serta menciptakan event-event berkala yang dapat menarik wisatawan datang ke Lampung.

“Jika ini dilakukan, bukan tidak mungkin Lampung akan menjadi destinasi wisata unggulan di Indonesia, sejajar dengan Bali, Yogyakarta, atau Banyuwangi.” Kata Enggar.

“Kini, semua mata tertuju pada kepemimpinan baru di Lampung. Mampukah mereka menjadikan Lampung sebagai destinasi wisata yang tidak hanya siap dikunjungi? Mampukah membuat wisatawan lebih lama tinggal dan lebih banyak uang yang dibelanjakan di Lampung?” pungkas Enggar.

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *