Mahasiswa Asia Tenggara Menolak Diam

Mahasiswa Asia Tenggara Menolak Diam - Filipina Timor Leste - Mahendra Utama
Eksponen 98, Mahendra Utama. (Foto arsip pribadi)

Gelombang di Luneta

21 September 2025 akan tercatat dalam sejarah Filipina. Ribuan orang, dipimpin mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil, turun ke Rizal Park (Luneta) di Manila. Data resmi Manila Public Information Office menyebut lebih dari 49 ribu orang berkumpul, menjadikannya demonstrasi terbesar sejak masa People Power.

Mereka marah atas dugaan korupsi dalam proyek pengendalian banjir senilai ₱545 miliar, yang disebut penuh proyek fiktif, kualitas pekerjaan buruk, dan manipulasi anggaran. Skandal ini menyentuh urat nadi publik: di negeri yang saban tahun diterpa topan, proyek banjir adalah soal hidup dan mati, bukan sekadar anggaran.

Read More

Aksi ini tidak hanya di Manila. Demonstrasi serupa pecah di Cebu, Iloilo, Bacolod, Bulacan, bahkan di luar negeri seperti Sydney dan Melbourne. Namun pusat perhatian tetap Luneta dan EDSA People Power Monument, simbol perjuangan rakyat Filipina menumbangkan diktator Ferdinand Marcos Sr.

Kini, sejarah seakan berputar. Anak sang diktator, Presiden Ferdinand Marcos Jr., menghadapi rakyat yang menagih integritas. Ironinya, Marcos Jr. sempat berkata: “Jika saya bukan presiden, mungkin saya ikut berdiri bersama kalian.” Pernyataan ini menggambarkan betapa seriusnya krisis legitimasi yang dihadapinya.

Bentrokan Tak Terhindarkan

Seperti banyak demonstrasi besar di Asia Tenggara, bentrokan sulit dihindari. Di Ayala Bridge, Mendiola, dan Recto Avenue, suasana ricuh. Ban-ban dibakar, batu dan molotov dilemparkan. Polisi membalas dengan gas air mata dan meriam air.

Kepolisian Filipina mencatat 93 petugas luka-luka. Sementara itu, 113 orang ditangkap, termasuk beberapa pelajar di bawah umur. Meski mayoritas demonstran damai, peristiwa ini menunjukkan bagaimana akumulasi kekecewaan publik bisa berubah menjadi letupan sosial yang keras.

Namun satu hal tak bisa diabaikan: mahasiswa berdiri di garda terdepan. Dari pengeras suara hingga barisan depan, mereka menolak kompromi atas korupsi.

Dili Bergolak di Bulan yang Sama

Tak hanya Manila yang bergejolak pada September 2025. Di Dili, Timor-Leste, mahasiswa Universitas Nasional Timor Lorosa’e (UNTL) juga menyalakan api protes.

Pada 15 September 2025, sekitar seribu mahasiswa turun ke jalan menolak kebijakan parlemen membeli 65 mobil SUV mewah untuk anggota parlemen, dengan nilai mencapai US$4,2 juta. Mereka juga menolak aturan pensiun seumur hidup bagi wakil rakyat.

Bagi mahasiswa Timor-Leste, kebijakan itu adalah wajah ketidakadilan. Di negeri dengan pendapatan per kapita hanya sekitar US$2.000 per tahun, pembelian mobil mewah dianggap penghinaan.

Seperti di Manila, demonstrasi di Dili juga diwarnai bentrokan. Batu dilempar, ban dibakar, polisi menembakkan gas air mata. Namun berbeda dengan Filipina, respons parlemen Timor-Leste cepat dan jelas. Dalam hitungan hari, kebijakan mobil mewah dibatalkan, begitu pula aturan pensiun seumur hidup.

Dua Demonstrasi, Satu Pesan

Dari Luneta hingga Dili, ada pesan moral yang sama: korupsi dan keserakahan elit adalah pemicu utama perlawanan rakyat.

Filipina: demonstrasi besar, 49 ribu orang, tapi respons pemerintah masih lamban dan penuh janji.

Timor-Leste: demonstrasi lebih kecil, sekitar seribu hingga beberapa ribu orang, tapi tuntutan langsung dikabulkan.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa jumlah massa tidak selalu berbanding lurus dengan efektivitas. Kadang, kecepatan respons politik lebih menentukan.

Sejarah Mahasiswa Asia Tenggara

Gelombang Manila dan Dili bulan ini tidak berdiri sendiri. Ia adalah bagian dari tradisi panjang perlawanan mahasiswa di Asia Tenggara.

Filipina: Tahun 1970-an, First Quarter Storm memobilisasi mahasiswa melawan kediktatoran Marcos Sr. Hingga People Power 1986, mahasiswa selalu jadi motor perubahan.

Timor-Leste: 12 November 1991, mahasiswa memimpin prosesi damai di Santa Cruz, Dili. Tentara Indonesia menembak, ratusan orang gugur. Dunia internasional akhirnya membuka mata, dan peristiwa itu menjadi momentum menuju kemerdekaan 2002.

Indonesia: Mei 1998, mahasiswa menuntut Soeharto mundur. Mereka menduduki gedung DPR/MPR. Saya sendiri, sebagai bagian dari Eksponen 98, menyaksikan bagaimana keberanian mahasiswa mengguncang rezim yang dianggap tak tergoyahkan.

Dari tiga negara ini, terlihat benang merah: mahasiswa selalu menjadi garda moral ketika politik tersesat.

Tantangan Baru: Demokrasi yang Tergelincir

Namun ada perbedaan konteks hari ini. Jika dulu mahasiswa berhadapan dengan kediktatoran, kini mereka menghadapi bentuk baru dari ancaman: korupsi, politik uang, dan oligarki yang merusak demokrasi dari dalam.

Demokrasi memang memberi ruang kebebasan, tetapi tanpa integritas, ia berubah menjadi panggung teater. Rakyat memilih, elit berpesta. Mahasiswa turun ke jalan karena merasa demokrasi tidak boleh hanya jadi seremoni lima tahunan.

Resonansi untuk Indonesia

Bagi Indonesia, kisah Manila dan Dili adalah cermin. Kita pun masih menghadapi korupsi, politik dinasti, dan privilese elit. Mahasiswa Indonesia pernah membuktikan diri pada 1966, 1974, 1978, hingga 1998. Pertanyaannya: apakah generasi hari ini siap mengulangi sejarah ketika demokrasi terancam?

Sebagai Eksponen 98, saya percaya semangat itu belum mati. Gelombang mahasiswa di Filipina dan Timor-Leste adalah tanda bahwa idealisme tetap hidup di Asia Tenggara.

Baca juga:
* Demo Timor Leste: Inspirasi Indonesia-Nepal?

Jalan Panjang Demokrasi

September 2025 akan diingat sebagai bulan ketika Asia Tenggara kembali mengingatkan dunia: rakyat tidak akan diam menghadapi korupsi.

Di Manila, 49 ribu orang berteriak menolak manipulasi anggaran banjir. Di Dili, ribuan mahasiswa memaksa parlemen membatalkan mobil mewah dan pensiun seumur hidup.

Keduanya menunjukkan, demokrasi bukan sekadar hak pilih. Demokrasi adalah keberanian rakyat—terutama mahasiswa—untuk turun ke jalan, melawan keserakahan, dan menagih janji keadilan.

*Mahendra Utama – Eksponen 98

Sumber data:

  1. Rappler (Filipina)
  2. GMA News (Filipina)
  3. Al Jazeera (Filipina)
  4. Anadolu Agency (Filipina)
  5. ABC Australia (Timor-Leste)
  6. The Jakarta Post (Timor-Leste)
  7. Channel News Asia (Timor-Leste)
  8. The Star (Timor-Leste)

#Mahasiswa #Filipina #TimorLeste #Demokrasi #Antikorupsi

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *