Melihat Masa Depan Kakao Pringsewu: Mimpi Besar yang Bisa Kita Wujudkan

Melihat Masa Depan Kakao Pringsewu Mimpi Besar yang Bisa Kita Wujudkan.webp
Deretan pohon kakao di Pagelaran, Pringsewu.

Penulis: Yopie Pangkey, pegiat @kelilinglampung_

Dalam beberapa waktu terakhir, saya cukup sering mondar-mandir ke Pringsewu. Kadang ke Pagelaran, Pardasuka, Sukoharjo. Kadang hanya lewat, kadang duduk ngopi sambil ngobrol dengan warga di tepi kebun.

Read More

Dari perjalanan itu, ada satu pemandangan yang terus menempel di kepala saya: pohon-pohon kakao yang menua bersama waktu, berdiri tenang tapi lelah, seperti memanggil-manggil agar kita peduli kembali.

Di balik rindangnya, kakao Pringsewu sebenarnya sedang berjuang.

Dari berita yang saya baca di berbagai media berita Lampung, produksi kebun kakao Prinsgewu hanya sekitar 80 kilogram biji kering per hektare.

Angka ini jelas belum cukup untuk menutup biaya perawatan, apalagi memberi kesejahteraan yang layak bagi petani.

Melihat kondisi ini, saya beranggapan kita tak bisa lagi berjalan biasa-biasa saja.

Pringsewu butuh kebijakan besar yang benar-benar bisa menyelamatkan masa depan kakaonya.

Melihat Tantangan Sehari-Hari di Kebun

Setiap kunjungan ke kebun selalu membawa cerita baru. Ada petani yang bercerita tentang pohon-pohon tua yang sudah “terlalu lelah” berbuah.

Ada yang mengaku menggunakan bibit tidak jelas karena tidak tahu harus mulai dari mana. Ada juga yang menanam, lalu menyerahkan sepenuhnya pada hujan dan nasib.

Jika dirangkum, tantangannya ada tiga:

  • Pohon kakao sudah terlalu tua
  • Bibit yang digunakan bukan varietas unggul
  • Perawatan minim karena keterbatasan pengetahuan dan biaya

Di titik inilah saya berpendapat: kita tidak bisa berharap perubahan besar jika hal-hal paling dasar terus dibiarkan berjalan sendiri.

Peremajaan: Tidak Mudah, Tapi Satu-Satunya Jalan

Peremajaan memang terdengar berat, terutama bagi petani yang menggantungkan penghasilan harian dari kebun.

Tapi tanpa langkah ini, produktivitas tidak akan pernah bergerak naik.

Yang kita butuhkan antara lain:

✔️ Bibit unggul yang disiapkan pemerintah
Bibit kakao yang bisa mulai berproduksi di usia 1,5–2 tahun. Ini relatif cepat dan memberi harapan baru bagi petani.

✔️ Target peremajaan yang jelas dari pemerintah daerah
Tanpa target, program hanya akan berjalan sporadis. Kita butuh roadmap yang bisa diukur dan dievaluasi setiap tahun.

Saat berbincang dengan beberapa petani muda, saya merasakan optimisme yang besar.

Mereka sebenarnya siap berubah. Mereka hanya butuh “digandeng”. Peremajaan bisa menjadi babak baru bagi generasi petani kakao berikutnya.

Baca juga:
* 3 Negara Importir Kakao Lampung: Ajang Uji Kualitas Nusantara

Mutu: Hal yang Sering Dilupakan

Soal mutu, kita punya peluang besar. Kakao fermentasi dari Lampung punya karakter rasa yang unik.

Sayangnya, masih banyak petani yang menjual biji tanpa fermentasi.

Padahal, fermentasi adalah pintu masuk ke pasar bernilai tinggi.

Pemerintah dan pihak swasta bisa merancang skema insentif dan kemitraan bagi petani yang mau meningkatkan kualitas pascapanen.

Mutu tinggi berarti harga lebih baik. Dan harga yang lebih baik berarti ekonomi rumah tangga petani menjadi lebih stabil.

Pendampingan yang Konsisten, Bukan Sekadar Seremoni

Saya percaya pelatihan adalah cara tercepat mengubah nasib banyak petani.

Sekolah lapang, demo plot, mentoring intensif; semua itu harus dilakukan secara rutin dan serius, bukan sekadar kegiatan seremonial.

Kemitraan juga penting. Banyak perusahaan dan lembaga datang menawarkan program, tetapi tanpa koordinasi yang jelas, manfaatnya sering tidak merata.

Pemerintah daerah perlu peta jalan kemitraan yang tegas: siapa melakukan apa, dan di wilayah mana.

Di sinilah peran kepemimpinan daerah menjadi sangat krusial.

Dari berbagai informasi yang saya ikuti, saya menangkap sinyal positif dari kepemimpinan Kabupaten Pringsewu.

Bupati Riyanto Pamungkas bersama Wakil Bupati Umi Laila menunjukkan kepedulian terhadap sektor pertanian rakyat, termasuk kakao.

Kepedulian ini adalah modal penting, karena kebangkitan kakao tidak mungkin terjadi tanpa keberpihakan kebijakan dari kepala daerah.

Tantangannya kini adalah bagaimana kepedulian tersebut diterjemahkan menjadi langkah nyata: peremajaan yang konsisten, pendampingan yang berkelanjutan, dan keberanian mengambil keputusan strategis demi petani kakao Pringsewu.

Harapan: Dari 80 kg Menuju 1000 kg/ha

Setelah banyak berbincang dengan berbagai pihak, saya yakin satu hal: potensi kakao Pringsewu masih sangat besar.

Dengan kebijakan yang tepat, produksi bisa naik dari 80 kg/ha menjadi 500 kg/ha, bahkan 1 ton/ha dalam 3–5 tahun.

Ini bukan angka dari langit. Ini target yang realistis.

Baca juga:
* Sekolah Kakao: Jalan Lampung Sejahterakan Petani dan Perkuat Ketahanan Pangan

Kini kita berada di titik balik penting: apakah kakao Pringsewu akan kita biarkan memudar perlahan, atau kita bangun kembali bersama-sama?

Sebagai orang yang jatuh cinta pada perjalanan dan kisah-kisah dari tanah ini, saya berharap perjalanan berikutnya adalah perjalanan kebangkitan kakao Pringsewu.

Dan seperti yang sering dibilang banyak orang, perubahan besar selalu dimulai dari langkah pertama.
Dan langkah itu, harus dimulai hari ini.

#kakaolampung #Pringsewu

---

Cek Berita dan Artikel Lainnya di Google News

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *