Lampung bukan cuma gerbang Sumatera. Bagi para pelancong, provinsi ini punya garis pantai yang membentang dari Pesisir Barat sampai Mesuji.
Tapi di balik lonjakan wisatawan pasca-pandemi, ada pertanyaan yang mengganjal: apakah “karpet merah” yang digelar pemerintah benar-benar bisa menjaga napas panjang destinasi wisata kita?
Siapa Saja yang Datang ke Pantai Lampung?
Dari 2024 sampai awal 2025, datanya menarik. Wisatawan lokal masih jadi tulang punggung pariwisata Lampung.
Lampung Selatan dan Pesawaran jadi favorit, terutama buat pelancong dari Jakarta, Palembang, sama warga Lampung sendiri.
Berkat Tol Trans Sumatera, pantai-pantai seperti Marina dan Minang Rua selalu penuh saat weekend.
Sementara itu, Pesisir Barat khususnya Krui tetap jadi surga buat turis asing. Ombak di Pantai Tanjung Setia yang masuk kategori kelas dunia jadi daya tarik utama peselancar dari Australia, Eropa, dan Amerika.
Buat mereka, Lampung bukan soal foto-foto cantik, tapi tantangan di atas papan selancar.
Kenapa Pantai Lampung Begitu Menarik?
Jawabannya sederhana: keragaman. Lampung punya “menu lengkap” dari pantai pasir putih yang landai di Pesawaran buat keluarga, sampai tebing karst yang dramatis di Pantai Gigi Hiu, Tanggamus.
Philip Kotler pernah bilang dalam bukunya Marketing for Hospitality and Tourism, destinasi yang sukses bukan cuma soal pemandangan indah, tapi soal pengalaman emosional yang ditawarkan.
Lampung punya itu semua: sensasi melihat lumba-lumba di Teluk Kiluan, ketenangan hutan bakau di Lampung Timur, bahkan petualangan selancar yang bikin deg-degan.
Belajar dari Jawa Barat
Kalau dibandingkan dengan Pangandaran di Jawa Barat, Lampung masih punya PR besar soal konektivitas dan standar pelayanan.
Jawa Barat sudah lebih dulu mengintegrasikan transportasi publik dengan tata ruang wisata, plus pengelolaan sampah yang lebih rapi.
Lampung memang punya Tol Trans Sumatera, tapi akses ke pantai-pantai di pelosok Tanggamus atau Pesisir Barat masih sering terhalang jalan sempit atau rusak.
Pemprov dan pemkab/pemkot perlu kerja sama lebih solid supaya wisatawan nggak cuma menumpuk di satu titik.
Pariwisata Berkelanjutan, Bukan Cuma Jargon
Kalau kita nggak mau pantai-pantai ini cuma jadi “ladang musiman”, pemerintah harus serius soal pariwisata berkelanjutan.
Bukan lagi soal berapa banyak orang datang, tapi bagaimana kita menjaga kualitas dan kelestarian.
Baca juga:
* Membangkitkan Pariwisata Lampung: Solusi Nyata untuk Tiga Kendala Klasik
Tiga hal yang harus jadi prioritas:
A. Pertama, regulasi sampah yang ketat. Tanpa sistem pengelolaan sampah yang benar, pantai-pantai indah ini bisa jadi tempat pembuangan plastik dalam 10 tahun ke depan.
B. Kedua, pemberdayaan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Mereka adalah garda terdepan. Investasi pada SDM lokal lewat pelatihan manajemen dan pelayanan standar internasional itu wajib, bukan pilihan.
C. Ketiga, digitalisasi informasi wisata. Pemerintah harus bangun ekosistem digital yang memudahkan wisatawan dapat info harga, akses, sampai jaminan keamanan secara transparan.
Pariwisata itu industri kebahagiaan. Kalau pemerintah cuma sibuk poles gerbang masuk tanpa peduli kelestarian alam dan kenyamanan pengunjung, kejayaan pantai Lampung cuma jadi euforia sesaat yang cepat pudar.
*Penulis: Mahendra Utama, Pemerhati Pembangunan
#PantaiLampung #WisataIndonesia #TravelLampung



